HATE That I LOVE YOU [Part 6]

Cerita Sebelumnya:

Ann akhirnya setuju untuk datang ke pesta ulang tahun Jane Adams setelah sebelumnya Aiden mengiriminya surat yang berhasil menyulut ego tinggi gadis itu. Aiden bahkan mengirimkan sebuah gaun cantik untuk dikenakan Ann ke pesta Jane Adams. Namun, walau setuju, Ann tetap tak mau memakai gaun pemberian Aiden. Ann menemukan dirinya puas saat ia akhirnya berhasil membalas perbuatan Jane Adams dengan memamerkan kemesraannya bersama Aiden. Namun siapa sangka, bahwa Megan Holmann juga hadir di pesta itu, dan berniat untuk menghancurkan malam Ann bersama Aiden.

Part 6

 

-Lee Hyukjae/Spencer Lee, Abbey Street London-

Jam 10 lewat 6 menit. Tak terasa sudah lebih tiga jam aku mondar-mandir di sini. Dan kini bisa kurasakan jari-jari tanganku mengkerut dan terasa kebas karena kedinginan. Hah… seharusnya aku tak membiarkan Ann pergi bersama lelaki sialan itu. Memangnya siapa dia? Baru muncul saja sudah mau merebut gadisku dari sisiku. Gadis yang selama dua tahun ini selalu mengisi hari-hariku. Dan dia? Baru beberapa kali muncul, sudah seenaknya saja membawa Ann pergi ke pesta seperti itu. Errrghh… lama-lama aku bisa gila! Harusnya Ann tak pernah membiarkan lelaki itu mengajaknya. Tapi kenapa? Kenapa ia seolah-olah berubah setelah mengenal orang itu. Sial!

Selama ini aku selalu menahan diri setiap kali Ann mengataiku atau bahkan memakiku. Karena aku yakin dengan begitu Ann masih peduli padaku, setidaknya ia masih memiliki waktu untuk sekedar memakiku. Walau sebenarnya aku tau, harapanku begitu tipis. Tak ada salahnya terus berharap bukan?

Namun, sejak kehadiran lelaki bernama Aiden Lee yang mengaku berasal dari negara yang sama denganku itu, Ann berubah. Ia tak lagi peduli padaku. Aku juga merasa… bahwa gadis itu sepertinya telah kehilangan prinsip yang selama ini selalu ditegakkannya. Bahkan menjadi salah satu alasannya menolakku. Ann juga mulai melakukan hal-hal yang tak pernah ia lakukan bahkan ia benci sebelumnya. Entahlah! Apa yang dimiliki lelaki itu hingga Ann berubah seperti ini? Padahal bila dibandingkan, aku tak jauh berbeda dari lelaki-sialan itu. Justru menurutku, aku jauh lebih tampan dibandingkan dia. Hah… untuk yang kesekian kalinya aku menghela nafas.

Untuk menghilangkan rasa bosan, kutendang kaleng pepsi yang tak sengaja kutemukan di bawah kakiku lalu mendesah berat. Semua ini benar-benar membuatku gila. “Hey, you!

Eh? Ada yang memanggilku? Kutolehkan kepalaku untuk mencari asal suara yang tadi seolah berbicara padaku. Mataku menyipit menemukan sesosok… gadis? Ah… entahlah! Menurutku… ia tak tampak seperti seorang gadis karena penampilannya yang… cukup tomboy dengan Hoodie abu-abu, jeans belel dan sneaker hitamnya. Tapi aku masih bisa mengenalinya sebagai gadis, karena wajahnya yang cantik. Ah… tidak, tentu saja Ann-bidadariku jauh lebih cantik darinya. “Awww… hey! Apa yang kau lakukan?” Sialan! Gadis ini seenaknya saja menendang kakiku. Tulang keringku sakit sekali. Hah… kekuatannya besar juga untuk ukuran seorang gadis. “Hey, nona… setelah menendang kakiku. Kenapa kau main kabur saja?” protesku kesal, sembari memegangi kaki kananku yang masih terasa ngilu.

Gadis tomboy yang sebelumnya sudah menjauh itu, kembali mendekat. Alih-alih menjawab pertanyaanku, gadis itu malah menyibakkan poninya di depan wajahku. Apa maksudnya itu? Dia bermaksud menunjukkan keningnya yang cantik padaku? Tsk… dia pikir aku peduli! Di hatiku hanya ada Ann. “Keningku merah begini, itu karena perbuatanmu, dan sekarang… kau justru bertanya kenapa aku menendang kakimu yang iseng itu?”

Eh? Kenapa dia malah marah padaku? Aku membelalak kaget ketika menyadari setitik noda merah di keningnya. Ah… jangan-jangan… Aiisshh! Kau benar-benar bodoh Lee Hyukjae! Bagaimana bisa kau mencari masalah di saat seperti ini. “Sorry!” cetusku pasrah sembari memamerkan tampang memelas andalanku. Semoga saja gadis tomboy ini berhenti memarahiku.

“Jadi kau sudah tau apa salahmu?” cibir gadis itu sebal. Yeah… aku tau aku salah. Tapi aku benar-benar tak sengaja.

I’m sorry.” Sekali lagi aku meminta maaf.

Gadis itu mendengus, “Kau pikir dengan meminta maaf akan mengobati rasa sakit yang kini kurasakan?” Hey… tidakkah dia terlalu berlebihan?

“Nona, aku sudah minta maaf padamu, dan kau pun sudah membalasku dengan menendang kakiku. Sekarang apalagi yang kau…” deru mesin mobil yang berhenti tepat di depan restoran mengalihkan perhatianku. Ann? Akhirnya… kupikir ia akan pulang lebih malam.

Aku tersenyum saat kulihat Ann keluar dari Ford putih itu, namun senyumku segera menghilang saat detik berikutnya laki-laki-sialan itu sudah muncul di samping Ann. Tanpa sadar, kakiku melangkah cepat dan buru-buru menahan tubuh ramping Ann, saat tiba-tiba tubuhnya limbung. Sepertinya ia belum terbiasa dengan sepatu itu. Hah… aku sudah bilang padanya agar tak perlu datang ke pesta itu. Apalagi pergi bersama pria di sampingku ini. Membayangkan tubuh Ann selalu di sampingnya selama pesta berlangsung, benar-benar membuatku muak. “Spencer? Kenapa kau masih di sini? Bukankah restoran sudah tutup sejak tadi?” Ann tampak terkejut melihatku. Aisshh…  sepertinya gadis ini tak melihat kehadiranku sejak tadi. Apa gara-gara lelaki itu, jadi ia tak peduli pada keberadaanku?

Kulirik lelaki yang kukira usianya tak jauh berbeda denganku itu. Ia melayangkan senyum mengejek padaku. “Sepertinya, pengawalmu sangat setia menungguimu Ann.” Mwo? Pengawal? Sialan! Kalau saja tidak ada Ann, sudah kutendang dan kutinju wajahnya yang sok tampan itu.

“Hey, kau. Kau pikir siapa dirimu? Jangan hanya karena—“

“Hentikan!” Ann berteriak dan menutup telinga dengan kedua tangannya. “Pergilah! Aku tak mau mendengar pertengkaran tak penting kalian,” usirnya lalu menunduk untuk melepas sepatu berhak tingginya dan berlalu pergi meninggalkan kami—aku dan si lelaki-sialan itu—masuk ke dalam restoran.

Kutatap lelaki-sialan itu dingin, sementara ia memberiku tatapan yang sama seolah mencetuskan kata perang untuk bersaing memperebutkan hati Ann. Baiklah! Kalau kau memang ingin menantangku untuk mendapatkan Ann. Aku tak akan menyerah begitu saja. Biar bagaimana pun, aku lebih dulu mengenal Ann daripada dia. Setidaknya, aku lebih banyak memiliki kenangan bersama Ann dibandingkan dirinya yang baru beberapa minggu ini muncul dalam kehidupan Ann. Dan aku benar-benar yakin, kalau suatu saat nanti, Ann akan menjadi milikku.

Hey, you!” Eh? Gadis tomboy tadi. Aigoo… kenapa aku mendadak lupa dengan keberadaannya? Sial!

-Annabelle Parker-

“Ann sudah memilikiku, jadi ia tak butuh pria lain di sampingnya.”

Errrhh… kulempar bantal kucing pemberian Mom saat ulang tahunku yang ke 12 beberapa tahun lalu ke tembok samping kamar. Kata-kata Aiden itu bagaikan petir yang menyambar tepat di depan mataku. Dan sialnya, aku sama sekali tak menampik apa yang dikatakannya tadi di depan si-wajah-plastik Megan. Sial! Ingin rasanya aku merutuki diri sendiri karena bereaksi di luar dugaan dengan hanya tersenyum kecil menanggapi ucapan Aiden tadi bukannya menolak seperti biasanya. Aku tak bisa membayangkan kabar apa yang akan menantiku Senin nanti, mengingat si mulut-besar itu pandai sekali menyebarkan gosip.

Yeah… aku memang memilih pulang lebih awal dari pesta Jane. Karena aku tak sanggup lagi berdiri dekat dengan Aiden. Rasanya ada yang menggelitik di area perutku. Syukurlah Aiden menerima tawaranku saat kunyatakan ingin pulang cepat dengan alasan lelah. Kurasa… ia juga merasa tak nyaman setelah apa yang diucapkannya tadi. Terlihat sekali dari sikapnya selama perjalanan pulang. Ia sama sekali diam. Tak mencoba sedikit pun untuk memecah suasana canggung yang tercipta di antara kami. Kalau tau begitu, kenapa tadi ia mengaku sebagai pacarku segala di hadapan Megan? Ah, benar-benar pria aneh! Aku semakin tak mengerti dengan jalan pikirnya. Lagipula, apa untungnya status itu baginya? Kalau ia beralasan sikapnya itu sebagai tuntutan perannya malam ini—dalam rangka membalas Jane—kurasa tindakannya tadi terlalu berlebihan. Arrrghh… sial! Kuacak-acak rambut lalu merebahkan tubuhku yang lelah di atas matras. Sepertinya aku harus menyiapkan diri untuk sesuatu yang lebih gawat Senin nanti. Matilah kau Ann!

———————–

Honey! Kau tidak sarapan dulu?” Aku menoleh ketika mendengar suara Mom memanggilku. Hari Senin datang juga, dan aku benar-benar tak siap untuk berangkat ke kampus. Tapi hari ini ada quis dari Mr James, hingga pilihan membolos tak mungkin bisa kulakukan. Kemarin, aku hanya bisa berdiam diri di kamar. Memikirkan cara apa yang bisa kulakukan untuk menampik kabar yang mungkin sudah beredar di kalangan teman sekampusku. Dan sialnya, aku tak menemukan cara apapun untuk bisa menampiknya. Errghh… kepalaku sakit hanya karena memikirkan masalah ini.

No, Mom. Aku tidak lapar,” balasku lalu kembali memutar tubuhku ke depan. Tapi… hey, sial! Jantungku rasanya akan melompat saat tiba-tiba kudapati Spencer berdiri di hadapanku. Si Monyet-gila itu tengah mengangsurkan sebuah kotak berwarna silver padaku.

“Bawalah ini bersamamu. Kau pasti lapar setelah mengerjakan soal-soal ujianmu,” Tsk… dia membuatkanku bekal? Dipikirnya aku ini anak kecil?

“Minggir! Aku akan terlambat kalau kau tetap berdiri di sana.” Kudorong tubuh kurusnya ke samping. Tapi Spencer tak bergeming, secepat mungkin ia kembali lagi menghalangi jalanku. Sial! Kenapa aku harus berhadapan dengan dua pria pemaksa sekaligus? Mengingat Aiden, kepalaku jadi bertambah pening.

Spencer meraih tanganku lalu meletakkan kotak itu di telapak tanganku yang sengaja ia terentangkan. “Aku sudah membuatkannya untukmu pagi-pagi sekali. Sekali-sekali, tolong hargai apa yang telah kulakukan untukmu. Oke?” Errrghh… dia benar-benar menyebalkan! Ada apa dengannya hari ini? Kenapa tiba-tiba ia jadi lebih pemaksa dan mengungkit masalah yang sudah lalu.

Malas bertengkar dengannya, kuletakkan kotak bekal itu dalam tas. “Kau puas sekarang?” tanyaku kesal sementara ia jelas sekali terlihat senang. “Minggir, aku mau berangkat!”

Ia meminggirkan tubuh memberiku jalan lalu mengepalkan tinjunya ke udara dan berteriak, “Fighting!!! Kau pasti bisa mengerjakan soal quis nanti!” Tsk… kekanak-kanakan sekali! “Hati-hati di jalan Baby! Jangan biarkan lelaki-sialan itu mengganggumu lagi!” Samar-samar masih kudengar teriakan Spencer dari balik pintu kaca restoran. Lelaki sialan? Apakah yang dimaksudnya Aiden? Hah… lama-lama aku ingin tertawa melihat tingkahnya itu. Benar-benar menggelikan!

-Camberwell College of Art-

 

Selesai. Hah… sepertinya nilaiku akan buruk lagi kali ini. Yeah… semalam aku tak sempat belajar. Semua ini karena Aiden-sialan itu. Ah… lagi-lagi tanpa kusadari, telah kubiarkan bayangan pria-Asia itu menyelinap masuk dalam otakku. Bisakah aku tak mengingatnya sebentar saja? Aku benar-benar sudah muak! “Ann, aku tak menyangka hubunganmu akan secepat ini berlanjut.” Aku mendesah frustasi ketika kembali mendengar pendapat teman-temanku tentang hubungan yang sebenarnya tak kujalani itu.

“Kate, berapa kali kubilang. Aku dan Aiden tidak menjalin hubungan apapun,” bantahku kesal, walau aku tau semua itu percuma. Megan benar-benar bermulut besar!

Kate tertawa lebar, “Kapan aku pernah menyebut nama Aiden?” Oh, sial! Dia benar juga. Tapi siapa lagi pria yang saat ini digosipkan denganku kalau bukan si-pria-Asia-sialan itu. “Jangan lupa makan-makannya, he?”

“Kate benar. Aku tunggu perayaannya,” sambung Daisy yang entah sejak kapan sudah berdiri di sebelah Kate.

Kedua gadis yang bersahabat dekat itu menepuk pundakku pelan. “Kau tidak ingin ke kantin?” tanya Kate.

Tsk, sejak kapan mereka peduli padaku? “Tidak. Aku membawa bekal.” Yeah… ternyata bekal dari Spencer itu berguna juga. Kukeluarkan kotak bekal berwarna silver yang tadi kusimpan dalam tas, lalu kuletakkan di meja.

“Woah… sejak kapan kau membawa bekal seperti ini?” Tiba-tiba Daisy duduk di sebelahku dan tanpa persetujuanku langsung membuka kotak bekal pemberian Spencer itu.

“Hey, apa yang kau—“

“Waaa… manis sekali!!!” kedua gadis itu berteriak kompak. Astaga! Harusnya tak kubiarkan Daisy membuka kotak itu. Errggh… Spencer! Kau benar-benar menggelikan. Bagaimana mungkin ia membawakanku bekal dengan bentuk kepala pria dan wanita yang di sampingnya berhias bunga-bunga dan pita berwarna merah?. Sial! Memangnya aku anak kecil.

 

“Jadi tak tega untuk memakannya,” tambah Kate sambil terus memandang kagum pada kotak bekal di hadapanku.

“Jangan-jangan… kau sengaja membuat ini untuk kau makan bersama kekasihmu itu ya?” tebak Daisy sok tau. What? Yang benar saja. Untuk apa aku repot-repot melakukan hal itu? Lagipula, dia bukan siapa-siapaku.

“Tapi Daisy, sepertinya bukan begitu yang terjadi,” timpal Kate lalu bergaya seolah-olah ia peramal terkenal yang berusaha menebak apa yang telah terjadi, “Kalau dilihat dari cara pandang Ann tadi. Sepertinya ia tak tau isi bekal itu sama sekali. Mungkinkah… bekal ini sengaja disiapkan Aiden untukmu?”

What the? “Hey… kalian! Berhenti membicarakan sesuatu yang membuatku kesal!” jeritku keras, tapi kurasa percuma saat kuperhatikan mereka hanya tertawa terbahak-bahak dan pergi begitu saja meninggalkan kelas.

Aku mendesah frustasi lalu menutup kembali kotak bekal sialan itu! Menyebalkan! Kulirik teman-teman yang saat ini menatapku dengan pandangan aneh. Tsk, semua ini gara-gara dua gadis cerewet itu. Oh… bukankah itu Jane? Aku tak sengaja menangkap basah dirinya yang tadi ikut-ikutan menatapku tapi gadis itu buru-buru melarikan tatapannya ke tempat lain saat kupergoki. Sepertinya ia masih kesal denganku. Terlebih dengan kabar bohong yang saat ini tengah beredar. Hah… apa yang harus kulakukan sekarang?

Aku tau malam itu aku telah bersikap keterlaluan padanya. Tapi tetap saja ia teman yang selama ini cukup dekat denganku. Haruskah aku memiliki musuh lain selain si-plastik Megan Holmann itu? Tidak. Aku tak boleh membiarkan hal ini terus berlarut-larut. Aku beranjak dari tempat dudukku dan menghampiri Jane yang saat ini tengah sibuk—atau sengaja menyibukkan diri—membuka-buka bukunya. “Ehm… Jane, kau tidak makan siang?” mulaiku pelan, “Aku punya bekal. Bagaimana kalau kita me…” Kuhentikan kalimatku ketika tiba-tiba Jane berdiri dan meninggalkanku yang sekarang tampak seperti orang gila seorang diri. Sial! Harusnya aku tak pernah memikirkan kemungkinan berbaikan dengannya.

“Mau kutemani menghabiskan bekal itu!” Demi Tuhan! Berapa kali aku harus membiarkan jantungku melompat bebas hari ini. Untung saja aku tak punya penyakit lemah jantung. Kalau tidak, aku pasti akan mati muda. Aiden? Apa yang dilakukannya di sini? “Aku tadi menunggumu di depan. Ada yang ingin kubicarakan denganmu. Tapi karena kau tak kunjung keluar, aku memutuskan untuk masuk,” jelasnya seolah tau apa yang kupikirkan. “Kebetulan sekali aku sedang lapar,” Ia merebut kotak bekal yang kini kupegang dan membukanya, “Wah… keliatannya enak. Aku boleh memakannya kan?” Tsk, kurasa ia akan tetap memakannya walaupun kukatakan tidak. Aku memilih diam saja dan membiarkannya menyumpit nasi berbentuk kepala wanita di kotak bekal itu, “Aku makan bagian wanita, dan kau makan bagian pria, oke?” katanya dengan mulut penuh makanan. Menggelikan sekali! Sepertinya ia sama sekali tak terganggu dengan berita bohong yang beredar saat ini. “Kenapa diam saja? ayo makan!” Aiden mengangsurkan sumpit padaku.

“Tidak. Habiskan saja!”

“Eo? Kau yakin? makanan ini enak sekali!” pujinya sambil terus mengunyah telur goreng di mulutnya. Sial! Senyumnya masih semanis biasanya. “Tadi, kulihat kau ingin bicara pada Jane Adams.  Apakah kau menyesal telah memanasinya?”

“Yeah, aku menyesal setelah kusadari hanya ia temanku selama ini.” Aiden tertawa mendengar jawabanku. Apa ada yang salah dengan itu?

“Hey, Ann. Kau masih punya aku sebagai temanmu sekarang. Tak perlu khawatir,” katanya sambil mengedikkan sebelah bahunya. Tsk, dipikirnya aku mau menjadi temanmu! “Sudahlah. Tak perlu memaksa teman yang tak ingin memaafkan kita. Sudah kubilang ia bukan teman yang baik,” komentarnya tanpa kuminta.

“Kau pikir, kau teman yang baik?” desisku kesal. Punya hak apa ia mencampuri urusan pertemananku. Hey, Ann. Bukankah kau yang telah membiarkannya masuk dalam kehidupanmu begitu saja?

Aiden hanya tersenyum mendengar ucapanku. “Ah.. Ann, kau sunggu berbakat membuat bekal seperti ini. Selain penampilannya bagus, rasanya juga enak,” Errghh… sudah berapa kali ia memuji. “Kau yakin tak ingin memakannya?” Ia menunjuk kotak bekal yang kini hanya tinggal kepala lelaki yang satu lagi.

“Sudah kubilang, makanlah!” suruhku tak peduli sambil melipat tangan di depan dada.

Aiden tertawa lebar lalu dengan semangat berlebih kembali menyumpit makanan itu. “Besok, buatlah lagi yang seperti ini,” katanya senang yang hampir saja tak kudengar karena mulutnya penuh makanan.

“Bukan aku yang membuatnya,” ungkapku santai. Tapi tak dapat menahan seringaiku membayangkan bagaimana reaksinya saat tau si pembuat bekal adalah Spencer.

“Oh? Benarkah? Jadi… Mrs Par—“

“Spencer yang membuatnya,” selaku cepat dan hal itu sukses membuat Aiden terbatuk hebat dan hampir saja memuntahkan sisa nasi yang dimakannya. Sungguh. Aku benar-benar ingin tertawa melihat ekspresi syok Aiden kali ini. Kulit wajahnya yang putih, memerah karena batuk yang tiba-tiba menyerang. Dia benar-benar lucu.

-Lee Donghae/Aiden Lee-

Gadis itu tersenyum. Ah.. tidak, ia bahkan tertawa. Entah mengapa, ada sesuatu yang hangat menjalar di sudut hatiku melihat tawa tulusnya untuk pertama kali. Dia terlihat sangat cantik jika tengah tertawa seperti ini. Aiisshh… aku benar-benar sudah gila! Sejak malam itu, aku tak bisa berhenti memikirkan Ann, dan hal itu juga tak berhenti membuatku melakukan sesuatu yang di luar akal sehatku. Salah satunya adalah mengakui Ann sebagai kekasihku di hadapan Megan Holmann. Hal itu tentu saja akan menimbulkan masalah baru untukku dan Ann. “Hey, kenapa kau tertawa?” protesku pura-pura sebal, padahal sesungguhnya aku senang sekali karena berhasil membuatnya tertawa, “Jangan-jangan kau sengaja tak memberitahuku karena tau reaksiku akan seperti ini bukan?”

“Tsk, bagaimana bisa aku memberitahumu kalau kau main ambil saja kotak bekal itu,” bantahnya masih menahan tawa. Tapi ia tiba-tiba menghentikan tawanya ketika melihatku hanya diam tak membalas ucapannya. “Hey, kenapa kau menatapku begitu?” selidiknya heran bercampur waspada.

Aku tersenyum kecil, “Kau cantik saat tertawa begitu. Sering-seringlah melakukannya.” Aiisshh… sepertinya aku salah bicara lagi. Lihatlah! Suasana kembali terasa canggung seperti malam itu. Yeah, masih kuingat jelas saat malam itu aku menyatakan diri sebagai kekasihnya di hadapan Megan Holmann. Setelah itu, aku dan Ann sama sekali tak ada yang mau memulai pembicaraan. Bahkan sampai aku mengantarnya tepat di depan restoran keluarganya. Aku sendiri pun tak mengerti dengan diriku. Biasanya, aku tak pernah sampai kehabisan stok kata-kata seperti itu. Hah… kau benar-benar bodoh Lee Donghae!

“Cepat katakan, apa yang ingin kau bicarakan denganku! Bukankah tadi kau bilang ingin membicarakan sesuatu,” Aku tersentak saat tiba-tiba ia memulai pembicaraan kembali setelah sekian lama hening.

“Ah… ya, kau benar. Aku hampir saja lupa,” kataku yang masih terasa canggung. Apa yang terjadi denganku? “Emmm… Ann, sebenarnya aku ke mari untuk meminta maaf atas ucapan lancangku malam itu,” Kulihat mata bulat Ann melebar, namun detik berikutnya gadis itu kembali memasang ekspresi datar andalannya.

“Tidak, kau tak perlu meminta maaf.” Kukerutkan kening heran untuk menampakkan ketidakmengertianku dengan jalan pikirnya saat ini. Harusnya dia marah bukan? Atau jangan-jangan… “Karena dalam hal ini aku juga salah, harusnya malam itu aku menampiknya dan bukannya diam saja,” tambahnya dan hal itu cukup untuk menjelaskan semuanya. Yeah, mana mungkin ia tak marah padaku karena ia tak keberatan dikenal sebagai kekasihku.

“Ah, begitu rupanya,” Kenapa nada bicaraku terdengar seperti seseorang yang sedang kecewa? Tsk, sudah kubilang. Akhir-akhir ini ada yang aneh dengan diriku. “Lalu, apa rencanamu untuk menampik kabar itu sekarang?”

Ia menundukkan kepalanya, terlihat sangat lesu, “Entahlah! Aku pun tak tau harus mengatakan apa? Kau lihat sendiri bagaimana sikap Jane padaku tadi.”

Gadis ini. Masih saja memikirkan temannya yang sama sekali tak mempedulikannya itu. “Sudahlah Ann. Aku kan sudah bilang, jangan pikirkan Jane Adams. Kau tau sendiri dia bukan teman yang pantas untuk kau pikirkan,” Kulihat Ann menganggukkan kepalanya setuju.

“Yeah… kau benar,” gumamnya lirih lalu bertopang dagu. Menatap kosong ke arah dinding kelas di hadapannya. Aku senang karena akhirnya tak ada lagi suasana canggung di antara kami. Sepertinya Ann pun mulai mau membuka dirinya untukku yang notabene seorang pria-Asia yang sangat dibencinya. Itu artinya, rencanaku untuk menunjukkan bahwa tak semua pria-Asia itu buruk, mulai menunjukkan hasil yang baik.

“Jadi, sekarang kita berteman bukan?”

“Eh?” Ann memelototkan matanya, tampak terkejut dengan uluran tanganku yang tiba-tiba. Lucu sekali!

-Annabelle Parker, Buckingham Palace-

 

Well, mungkin terdengar agak aneh. Aku sendiri pun merasa risih dengan kenyataan yang sedang kujalani saat ini. Tapi entahlah, semenjak seminggu yang lalu—atau tepatnya peristiwa malam itu di rumah Jane Adams—aku dan Aiden semakin dekat. Hingga tanpa kusadari, aku mulai menceritakan masalah-masalahku padanya. Aneh bukan? Aku pun merasa demikian. Namun setiap kali kucoba untuk memikirkannya, hal itu sama sekali tak memberikan hasil sesuai yang diharapkan.

Oke, hari Minggu ini, aku ‘terpaksa’ menerima permintaan Aiden untuk menemaninya jalan-jalan ke Istana Buckingham. Tempat tinggal Raja dan Ratu Inggris. Tentu saja alasan yang dipakai Aiden masih sama—tugasku dari Mr Freddickson yang memintaku membantunya memahami kebudayaan Inggris—Oh, yeah. Aku pun sempat curiga dengan alasan yang selalu diungkitnya setiap kali dirinya memaksaku. Tapi sekali lagi, aku tak mau ambil pusing untuk sekedar mencari tau. Atau mungkin saja, semua ini kulakukan karena memang sesungguhnya aku mulai menikmatinya? Entahlah! Aku benar-benar tak ingin memikirkannya.

“Ann, kau bilang acaranya akan dimulai beberapa saat lagi,” Kulirik Aiden yang kini menatapku penuh tanda tanya. Yeah, dia sengaja mengajakku ke mari karena ia pernah mendengar soal upacara pergantian prajurit sang ratu yang dilaksanakan setiap hari pada pukul 11 siang, dan ia bilang kalau ia ingin sekali melihatnya.

“Tunggu sebentar lagi, kau tidak sabaran sekali,” balasku ketus lalu melanjutkan langkah kakiku mengelilingi taman istana yang tampak megah dengan rumput hijau dan ratusan bunga tulip berwarna merah yang ditata dengan rapi hingga menimbulkan kesan asri. Kulihat pengunjung mulai ramai berdatangan untuk menyaksikan prosesi gratis yang diadakan setiap harinya itu. Sebenarnya aku malas berada di tengah keramaian seperti ini. Tapi apa yang bisa kuperbuat? Aku benar-benar sudah tak mampu lagi menolak permintaan Aiden.

Tepat pukul 11 lebih 10 menit, iring-iringan Marching Band dari prajurit istana mulai muncul di kejauhan. Bisa kulihat antisipasi dari orang-orang sekitar yang tiba-tiba saja menghentikan aktifitas mereka untuk melihat prosesi yang baru saja dimulai itu. Beberapa prajurit berpakaian seragam militer resmi berwarna merah lengkap dengan senjata dan topi Bearskin menjulang tingginya muncul di belakang rombongan Marching Band. Prajurit-prajurit itulah yang nantinya akan menggantikan 4 orang prajurit yang sebelumnya tengah berjaga di pintu gerbang istana.

 

“Hey, Ann. Kau tidak ingin berfoto bersama mereka?” Tsk, konyol!

“Kau saja, bukankah kau yang ingin menyaksikan acara ini.” Aiden tertawa lebar mendengar jawabanku.

“Oh, yeah. Baiklah Nona galak. Aku akan puas berfoto dengan mereka.” Sial! Dia menyebutku apa? “Oh… ini kan lagu favoritku!” jerit Aiden tiba-tiba saat lagu terkenal milik Craig David dimainkan oleh iring-iringan Marching Band tersebut. Yeah, memang tak semua lagu yang dimainkan adalah lagu militer, banyak juga lagu pop terkenal yang sengaja dimainkan untuk menarik perhatian pengunjung. “Ann, kau bilang bahwa hari Minggu juga ada parade pengawal berkuda. Bagaimana kalau kita menontonnya juga?” Errrghh… pria ini! Aku benar-benar menyesal menuruti kemauannya tadi.

“Baiklah! Tapi kita harus berjalan kaki sekitar sepuluh menit dari sini untuk menuju ke Hyde Park.”

“Okay, let’s go!” Hey… bisakah ia tak seenaknya saja menarik lenganku? Rasanya jantungku kembali melompat bebas hanya karena sentuhan kulit hangatnya di tanganku. Sial!

Sekitar sepuluh menit kami berjalan kaki menuju Hyde Park yang berada di selatan istana Buckingham setelah melewati Wellington Arch. Dan sepuluh menit pula aku harus menahan desakan menyakitkan di bagian dada kiriku karena jantungku yang menyentak-nyentak seenaknya. Sebenarnya tempat ini dulunya adalah pintu masuk utama ke Istana Buckingham. Karena itu pengawal berkuda lengkap dengan senjata di sisi kanan selalu siap menjaga di depannya.

 

Walau parade kuda ini tak diiringi Marching Band seperti prosesi pergantian pengawal ratu tadi. Namun parade ini tak kalah menariknya. Tentu saja karena keberadaan kuda gagah yang menjadi kendaraan wajib para pengawal dengan baju besi lengkap itu. Para pengunjung pun banyak yang tak menyia-nyiakan kesempatan mengabadikan acara liburan mereka bersama para prajurit yang dalam posisi siap siaga di atas kudanya. “Ann, bagaimana kalau kita berfoto dengan prajurit berkuda itu!” Tsk, dari tadi yang dipikirkannya hanya berfoto. Selain menyebalkan, dia juga narsis!

“Hey, hati-hati!” Kutahan tubuh Aiden yang tiba-tiba saja berlari dengan menarik lengannya. Oh, aku sama sekali tak bermaksud untuk mengambil kesempatan. Tapi memang berbahaya untuknya berlari di tempat seperti ini. Aiden mengerutkan keningnya lalu menatap curiga ke arah tautan tangan kami. Errghh… buru-buru kulepas cekalan tanganku di lengannya. “Kau tidak lihat peringatan itu.” Kutunjuk papan besar bertuliskan BEWARE – HORSES MAY KICK OR BITE! THANK YOU yang berada tepat di pagar dekat pengawal-pengawal berkuda itu berada.

Aiden tersenyum kecil dan cukup mencurigakan, “Ah… kuda-kuda itu tak akan tega menendang atau menggigitku. Aku memiliki material terbaik yang cocok sebagai seorang pangeran,” Tch… dia pikir itu lucu? Menyedihkan!

“Yeah… pangeran di dunia KUDA seperti mereka.” Aku menyeringai saat kata kuda benar-benar kuberi penekanan berlebih dan hal itu sukses membuat mata sipitnya melotot.

“Kau salah lagi Ann, apa kau punya penyakit lupa yang bisa menghapus ingatanmu dalam waktu semalam?” What? Apa maksudnya? Tanpa dapat kucegah, ia mendekatkan wajahnya membuatku berjengit mundur beberapa langkah saat kurasakan sentuhan nafas hangatnya menyentuh pori-pori kulitku. “Aku bukan kuda, tapi ikan!” bisiknya tepat di depan wajahku.

“Tsk, kau pikir itu penting?” protesku lantang, “Ikan ataupun kuda. Itu sama saja. Tetap hewan!”

“Hey, Nona! Sejak kapan kuda dan ikan itu sama? Kurasa kau perlu mengulang pelajaran biologi di kelas 3 Sekolah dasar.”

“What? Are you kidding me?”

“Nope,” balas Aiden tenang lalu mulai berlari saat dilihatnya aku sudah siap dengan tinjuku. Errggh… sial! Aku tak akan melepaskanmu begitu saja!

-Abbey Street, London-

 

Hmm… seharian ini aku puas berjalan-jalan di sekitar Istana Buckingham bersama Aiden. Dan persis seperti dugaanku, saat pulang aku bisa merasakan tatapan kesal Spencer juga tatapan menyelidik dari Mom. Yeah, pagi tadi aku memang tak membiarkan Aiden datang menjemputku di rumah. Aku lelah setiap kali mendapat wawancara mendadak dari dua orang itu. Tapi tetap saja aku tak bisa mencegah Aiden untuk mengantarku pulang. Sial! “Sore Mrs Parker,” sapa Aiden yang tanpa kusadari ikut masuk ke dalam restoran bersamaku, padahal tadi sudah kusuruh pergi. Sebenarnya apalagi yang diinginkannya?

“Sore Aiden,” sambut Mom ramah dengan senyum mengembang, sepertinya ia senang sekali melihat putrinya pergi bersama seorang pria. “Kupikir Ann pergi dengan siapa? Ternyata, kau yang mengajak Ann pergi bersama,” komentar Mom tanpa sedikit pun peduli pada wajah Spencer yang sudah merah padam. “Pasti kalian lelah, duduklah dulu. Biar kubuatkan minuman dingin untuk kalian.”

“Tidak usah Mom, Aiden akan pulang sesaat lagi.” Kulirik Aiden dan menyuruhnya pergi menggunakan isyarat kepalaku. Tapi sialnya pria itu hanya tersenyum simpul dan justru duduk di kursi yang ditunjuk Mom. Dasar pria tak punya urat malu! Well, terserah padanya. Aku benar-benar sudah bosan berdebat dengannya. Aku memilih untuk pergi dari tempat ini. Bertemu dengannya terus, sungguh tak akan baik untuk kesehatan jantungku.

“Ann,” kakiku berhenti melangkah saat kudengar suara Spencer di belakangku, “Kau… menyukai pria-sialan itu?” Ada nada sedih dalam suaranya saat mengeluarkan pertanyaan itu. Perlahan, kuputar tubuhku menghadapnya. Sesuai perkiraanku, ia kini tampak menyedihkan dengan wajah yang mengerut sedih. Kalau sudah begini, mana mungkin aku tega untuk membentaknya?

“Spencer, aku—“

“Apa yang tak kumiliki namun dimiliki olehnya? Apa yang membuatmu lebih memilih dirinya daripada aku? Bukankah dia juga pria-Asia yang sama seperti diriku. Tubuhnya juga pendek, bahkan lebih tinggi tubuhku. Aku juga—“

“Diam!” selaku dingin. Walau aku merasa kasihan melihatnya seperti ini. Tapi bukan berarti ia bisa berlaku seenaknya di hadapanku. “Kau dengar aku Spencer. Aku sama sekali tak tertarik padamu ataupun padanya. Jadi jangan pernah berharap terlalu banyak ataupun mengungkit masalah itu lagi. Aku dan Aiden hanya berteman. Tidak akan lebih dari itu,” ungkapku dengan nada final yang berhasil membuatnya bungkam.

—————————-

Hari ini benar-benar melelahkan. Tak ada satupun kelas yang kosong sejak jam 8 pagi tadi. Ditambah lagi praktek menyanyi di ruang musik yang membuat waktu tidur siangku terenggut. Hah… setidaknya semua itu sudah berakhir. Dan hanya tinggal beberapa langkah lagi aku bisa merasakan hangatnya tempat tidurku.

“Ann,” Mendadak tubuhku berubah tegang dan kakiku berhenti melangkah. Kuputar tubuhku menghadap asal suara yang sangat-sangat familiar di telingaku itu.

“Jane?!” sebutku setengah tak percaya. Jadi, dia mengikutiku sampai ke mari. “Apa yang kau lakukan di sini?”

Jane tersenyum lebar, “Maaf, selama ini aku sudah tak mempercayaimu,” katanya pelan, “Aku sekarang percaya kalau kau dan Aiden bukanlah sepasang kekasih.” Ah, jadi begitu. Kalau seandainya ia tak percaya, ia tak akan pernah mau berteman denganku lagi. Tsk, menyedihkan! “Aku tau kau tidak benar-benar pacaran dengan Aiden, karena tadi aku tak sengaja mendengar bantahannya saat berbicara pada teman sekelasnya.” Jadi, kau lebih mempercayai Aiden daripada aku. Sial! Semakin lama, aku semakin tau teman seperti apa dirimu ini.

Aku tersenyum masam, “Oh, syukurlah kalau kau akhirnya sadar,” balasku kaku. Aku lelah bersikap manis padanya. Seandainya saja ia tak pernah mendengar Aiden berkata begitu pada temannya. Tidak, apa yang kau pikirkan Ann? Bukankah kau sendiri yang ingin gosip ini segera menghilang.

“Emm… kalau begitu, bolehkah aku mampir ke tempatmu. Sudah lama aku tak main-main di sana.” Tiba-tiba ia sudah menggandeng lenganku dengan tatapan memelas. Ada apa dengannya hari ini? Hah… semua orang di dunia ini memang penuh kepalsuan.

“Baiklah! Kurasa Mom akan senang karena ada temanku yang berkunjung,” setujuku lalu menepis genggaman tangannya di lenganku. Lakukan saja apa yang kau inginkan. Walau jujur, sikapnya terasa sangat aneh. Semingguan ini ia mendiamkanku, sama sekali tak mau menyapaku. Dan sekarang, tiba-tiba saja ia membuntutiku dan yang lebih mengherankan lagi, ia meminta untuk berkunjung ke rumahku hanya karena ia mendengar pembicaraan Aiden dengan temannya itu. Sebegitu besarkah pengaruh Aiden baginya?

“Ann, kau tidak mau masuk?” Aku tersentak dan buru-buru melanjutkan langkahku. Yeah, sepertinya aku memang harus menunda rencana tidur siangku. “Hai Aiden!”

Eh? A-aiden? Buru-buru kuangkat kepalaku dan benar saja, dia, si pria-Asia-tak-tau-diri itu tengah berdiri tak jauh dari tempatku saat ini. Bukan itu yang membuat jantungku tak hentinya berdegup kencang. Tapi pakaiannya. Dia, memakai seragam pelayan yang biasa digunakan Spencer, juga dilengkapi dengan alat pel di tangan. Tidak. Mom, jangan bilang dia… “Selamat datang, silakan masuk!”

Aku membelalak kaget, kularikan pandanganku dari sosoknya untuk mencari keberadaan Mom. Yeah, di sudut sana. Mom tersenyum lebar. “Mulai hari ini, Aiden bekerja Part time di sini.” What? Mom! Yang benar saja. Bagaimana mungkin semua itu terjadi? Aku memang tau rencana Mom untuk mencari pegawai baru lagi. Tapi, kenapa harus Aiden? Aku tidak sudi setiap hari harus bertemu dengannya.

Kupijat pelipisku yang tiba-tiba terasa nyeri. Yeah, kini semuanya jelas bagiku. Jane sudah tau tentang ini, makanya ia sengaja membuntutiku ke mari untuk mendekati Aiden. Arrgghh… aku benci mereka semua! “Mom, aku mau bicara!” cetusku kesal lalu menarik Mom ke dalam tanpa mempedulikan tatapan heran Aiden dan pengunjung lainnya.

“Ada apa Honey? Kenapa kau menekuk wajahmu begitu?” Mom menyentuh pipiku lembut, tapi segera kutepis.

“Mom, kenapa harus Aiden? Well, aku tak keberatan kalau Mom mencari pegawai baru. Tapi dia… kenapa Mom?” Kulempar tasku ke atas meja.

“Apa yang salah dengan Aiden?” Mom bertanya, “Jaman sekarang, tidak mudah mencari seseorang yang bisa kita percayai.”

“Tapi Mom—“

“Honey, berhenti memprotes. Karena itu sudah putusan akhir Mom.”

Aku menunduk lesu. Mana mungkin bisa aku melawan keputusan Mom? Ah, Spencer. Yeah… aku memang jenius. “Mom, apa kau tidak peduli pada perasaan Spencer?” Aku mulai beralasan, “Dia pasti akan sedih kalau Aiden bekerja di tempat ini.”

“Sejak kapan kau peduli pada Spencer?” pancing Mom dengan tatapan menyelidik. Hah… aku memang tak bisa berbohong pada Mom. Sial! “Jangan menggunakan orang lain untuk kepentingan dirimu sendiri, he?” Mom menasehati dan hal itu membuatku semakin jengah. Yeah, Mom benar. Aku tak boleh seenaknya memanfaatkan orang untuk kepentinganku sendiri seperti yang baru saja dilakukan Jane padaku. Kalau begitu, apa bedanya aku dengan gadis itu? Arrggh… tapi apa yang harus kulakukan sekarang? Membayangkan fakta bahwa setiap hari Aiden akan berada di tempat yang sama denganku, membuat kepalaku semakin terasa berat.

TBC

31 thoughts on “HATE That I LOVE YOU [Part 6]

  1. arghh…. seru!!
    sebel bgt sama Jane… keliatan bgt manfaatin Ann…
    Aiden, kau benar-benar mengambil kesempatan dengan alasan palsumu itu.. but I like your reason…
    Spencer, sudahlah jangan memaksa kalau Ann tdk menyukaimu. karena Ann sudah ditakdirkan untuk bersama Aiden… kau bisa cari gadis lain yang mau menerimamu, tapi itu buka aku karena hatiku sudah untuk Bryan Trevor Kim.

    • Hahaha… Gomawoo saeng! You’re the first Reader today. Rite?
      Waduh, kalimat terakhirnya gak nguatin banget! kkkkk…. iya deh, yg pasangan takdirnya Bryan Kim :p

  2. Gyaaaaaaaaa~ EONNIEEEE !!
    Itu siapa yeoja yang deket deket ama suamikuh ?? *asah golok*
    ahh Hyuk-kuh , cukup Ann ajah yang bikin aku sakit .jangan tambah yeoja tomboy ituh *geram*
    upz , mian eon ngoceh gaje .. Wkwkwkwk
    gyaaaaaaa~
    Aku suka sikap Ann yang datar, cuek, bener kata hae , Ann slalu menampakkan wajah datar~
    hehe itulah ciri khas nya! 😀
    ehh? Ngakak bayangin wajah hae pas tau itu makanan buatan spencer XD wkwkwkw
    eonni idenya bisa ajah yaa 😀 hehe~
    ehh? Aigoo aku sebel ama Jane!
    Ga kapok kapok nya ya dia bikin sebel orang!
    Giliran minta maaf, eh bangga Ann ga jadian =,=
    bener2 tdk pantas di jadi in temen ah !
    Ahh , kaya nya hae udah mulai ada rasa ama Ann tapi dia gasadar .
    Ayolah , itu udah kliatan bgd kau menyukai Ann !
    Buktinya jalan2 maunya ngajak Ann terus 🙂
    seneng ngeliat nya kalo mereka jalan bareng , walau ribut dan jaim tapi tetep ada rasa senang di hati masing masing >..<
    eonni , jagain hyuk di sini yah .
    Eonni sbagai sutradara tolong hindarkan hyuk dari adegan2 terlarang ex: kissing dsb. Wkwkwk *abaikan*
    ayo , mulai ngetik next part eon XDv

    • hoahahahah… ada yg marah suaminya dideketin Yeoja lain kkkk XD
      Terserah deh saeng mau bayangin itu Yeoja siapa. Mau dibayangin Saeng sendiri juga gpp wkwkwk :p
      Waduh… permintaan saeng bisa gak yaa kuturutin? Klo seandanya Spencernya ciuman ama Ann boleh gak? #Slapped #DicekekHae
      Iya tuh, si Aiden pake acara gengsi2an segala (Padahal si Ann jg) xixixixi
      Waduh… blom bisa bikin Part selanjutnya saeng. Storm aja belom keketik sama sekali -_-

  3. jane bkn temen yg baik
    uda jelas bgt dy cma manfaatin ann
    cie ann sama aiden jdi temen ya trs makin deket aj psti bntr lg benih2 cinta bakal muncul tuh
    spencer relakanlah ann bwt aiden kan kamu uda ada cwe tomboy itu
    mndg kamu sama dia aj biar ga ganggu hub ann-aiden lg
    aiden krja part time dicafe mommynya ann
    ah makin lengket aj dh tu

  4. Makin ‘WOW’ aja ni ff…

    Tambah seru karna ada 3 pov dsni. En paling suka pov spencer, narsissss abisss tu org==”

    Penggambaran situasinya bner2 perfect! Berasa ikutan jln2 ke istana Beckingham bareng Aiden krna ada fto2 aslinya…

    Overall, this fanfict is awesome
    ^_^

  5. Hyuk cemburu sma pasangan’a sndiri…
    Kkkk
    tenang ajj opp, itu ikan masih jdi pasangan abadi mu kok:D
    ann npa gg suka ada dua manusia asia yg jdi pelayan di resto emak’a? Klo aq jdi dia nih yey aq udh sujud syukur sma tuhan.. Siapa yg nolak duo ikan pling gg manusiawi itu#pllakk

  6. yaahhh,,,,kurang panjang saeng*plak*kkkkk
    aq bnr” salut ma kamu,cara penulisan kamu tuh enak bgt d bacanya,jadi berasa ikut masuk k dalam ceritanya 🙂

    itu si jane kenapa g d tendang jauh” aja sih ma si ann,nyebelin bgt deh,,,,
    kayanya unyuk bkal dpt penggantinya ann nih,si cewek tomboy yg misterius ntu,hehe

    lanjutannya d tggu y saeng 🙂

    • Bah… kurang panjang Eon?? O.o
      Trus panjangnya seberapa donk? kkkkk
      Gomawoo… aduh! Makasih banget lah Eon udah suka tulisanku yg abal2 ini XD

      Trus, aku juga tersanjung Eon udah nyempetin waktu buat ngerapel FF2 di sini dan gak lupa komen juga… makasih banget Eon kkkk

      Ne,ne… ntar pasti dilanjutin kok ^^

  7. aiiss.. Sikap jane bikin naik darah *geram* teman yg gini nih yg perluh dimusnakan dari muka bumi -,-

    cieee, Aiden dan Ann berteman juga *prokprok* 🙂 baru beberapa minggu aja udah tememan, bgaimana setahun, jadian kali yaaa…
    kkekek~

    hyukkie, ah gak tega sama satu nih makhluk(?) , bawa’annya galau mulu 😦 , gadis tomboy? Seperti cocok dgn dirimu yg super duper jaim itu *gak nyambung ya?* kwkw xD

    Hae, gak ada apa pekerjaan lain selain kerja part time ? Klo mau, kamu mau gak kerja sebagai pangeran di hati ku ? #PLAKK , *lirikKYU* LOL? HAHAHA 😀

Leave a comment