It’s You -Part 4-

-Part 4-

Author: EunheeHAE

Cast: Donghae (Aidѐn), Eunhee (OC), Cassia (OC), Adѐlle (OC), etc (selebihnya cari sendiri)

Genre: Fantasy, Romance, Family

Lenght: Chaptered

-Bomun-san, Daejeon-

Tempat berupa lembah yang dikelilingi batu besar itu tampak sepi, yang terdengar hanyalah gemericik air yang berasal dari puncak air terjun ganda di kaki gunung Bomun. Airnya yang jernih mengisi penuh sungai kecil yang membentang dari utara ke selatan dan memberikan banyak kehidupan bagi warga desa di sekitar sana.

Donghae duduk di sebuah batu besar di tepi sungai. Beristirahat sejenak setelah perjalanan jauh yang ditempuhnya.

“Kita sudah sampai kakak,” suara Adѐlle memecah keheningan panjang itu.

Sontak Donghae mendongak. Mengalihkan perhatiannya dari burung pipit yang sedang mematuk bebijian di atas pohon, pada wajah sang adik. “Di sini… Geopegeia?”

Adѐlle mendekat. Membasahi telapak tangannya dengan air sungai lalu menjawab sembari menunjuk satu tempat di ujung lembah. “Yeah, menurut informasi yang kuketahui. Geopegeia… berada di balik air terjun itu.”

Donghae beranjak dari duduknya. “Kalau begitu, ayo cepat masuk! Tunggu apa lagi?”

Adѐlle mendengus. “Dengan tangan kosong? Berapa kali aku harus memperingatkanmu kakak. Raja Marcus sangat berbahaya—“

“Kalau kau tidak mau ikut. Tunggu saja aku di sini!” potong Donghae cepat lalu melompat begitu saja pada aliran sungai yang cukup deras itu.

Adѐlle mendecak kesal. Kakaknya memang keras kepala. Tak jauh berbeda dari sang Ayah. Walau enggan, akhirnya gadis itu mengikutinya juga.

Donghae berenang hingga berada tepat di bawah air terjun ganda. Lelaki tampan itu tersenyum ketika melihat kehadiran sang adik di belakangnya.

Aku tahu kau tak akan setega itu padaku Adѐlle, batin Donghae senang.

“Lalu… bagaimana cara kita melewatinya?”

Adѐlle diam. Menghela nafas panjang lalu memutuskan untuk berbicara. “Tenangkan pikiranmu. Fokus! Dan bayangkan ada sebuah pintu gerbang di balik air terjun itu.”

Donghae menurut. Mengarahkan fokusnya pada air terjun pertama.

“Bergerak cepat. Dan masuklah!” Adѐlle kembali memberi instruksi seperti yang pernah dipelajarinya melalui sebuah buku tentang Geopegeia di perpustakaan istana. Sebenarnya buku itu adalah salah satu dari 10 buku terlarang untuk dibaca. Tapi Adѐlle yang rasa ingin tahunya cukup besar, memilih melanggar peraturan itu.

Setelah memastikan sang kakak berhasil memasuki gerbang menuju Geopegeia. Kini dirinya mulai mengumpulkan konsentrasi dan melesat cepat, menembus air terjun itu tanpa kesulitan sedikit pun.

 

-Donghae Beach-

Alunan lembut gitar yang berasal dari beranda rumahnya menghentikan kegiatan Eunhee memasak. Gadis itu memaksakan senyum terkembang di bibirnya mendapati Lee Jonghyun—lelaki muda yang sudah dianggapnya sebagai kakak kandung sendiri itu—begitu hikmat memetik gitar dalam pelukannya.

Cukup lama Eunhee berdiri diam di sisi pintu kayu sembari memperhatikan permainan lincah tangan pria itu pada senar-senar gitar. Menikmati syahdunya musik yang terbentuk dengan senyum terkembang.

Plok… Plok… Plok!!!

Eunhee bertepuk tangan, tepat ketika lagu berakhir. Jonghyun membuka kedua matanya dan tersenyum pada sang adik. “Bagaimana keadaanmu?”

Eunhee mendekat. Duduk di samping kiri Jonghyun. Senyum tetap terkembang di bibir mungilnya. “Aku baik-baik saja,” ungkapnya tenang.

Jonghyun tersenyum tipis. Jelas tahu, sifat adiknya yang pandai sekali menyembunyikan perasaan. “Kau menyukai lelaki itu?”

“Siapa?”

“Lelaki bodoh yang kau beri nama Donghae itu.”

Eunhee mengernyit heran lalu menatap sang kakak dengan pandangan yang tak bisa diartikan. “Da-dari mana kau tahu, bahwa aku yang memberinya nama Donghae?”

Sial! Aku ketahuan! Umpat Jonghyun dalam hati.

Sementara di sisi lain. Cassia—yang diberi kepercayaan untuk menjaga Merѐnia agar tak jatuh ke tangan orang lain selama Donghae dan Adѐlle pergi ke Geopegeia untuk mengambil atau lebih tepatnya merampas Galѐnia dari tangan raja Marcus—terlihat sangat serius memperhatikan gerak-gerik Jonghyun dari jauh. Entah mengapa, ia merasa yakin ada yang aneh dengan lelaki tampan berkulit putih mulus itu. Seolah ada aura lain yang memancar di tubuh pria itu, yang menunjukkan bahwa ia bukanlah manusia pada umumnya.

Aku yakin… lelaki itu bukan Neirdos biasa…

-Sun Hotel-

Siwon meletakkan kesepuluh jarinya di atas tuts-tuts grand piano besar yang berada di tengah-tengah ballroom hotel berbintang tempatnya menginap. Kendati tangannya berada di sana, tapi tak ada satu nada pun yang berhasil dimainkannya.

Lelaki itu terlalu sibuk memikirkan pertemuan singkatnya bersama gadis bernama Park Daera semalam. Pertemuan singkat yang bahkan tak bisa dikatakan biasa itu cukup memberikan arti mendalam di hati aktor tampan itu.

Masih terbayang di benak Siwon saat gadis itu menunjukkan kemampuannya menyanyi sementara ia mengiringi dengan dentingan piano. Bila boleh membandingkan, Siwon seribu kali lebih menyukai suara Daera dari pada suara penyanyi-penyanyi papan atas lain yang kini banyak digemari publik. Lembut. Menenangkan. Bagaikan ada aura mistis yang behasil membawanya ke alam bawah sadar saat suara lembut mendayu gadis itu terdengar di telinganya. Lelaki itu bahkan percaya, bila Daera mau mengembangkan kemampuannya menyanyi, pasti akan banyak produser yang bersedia mengorbitkannya.

Namun, ekspresi wajahnya berganti masam kala mengingat pertengkaran singkatnya pagi tadi. Saat ia secara tak sengaja menemukan sebuah liontin dengan kristal biru safir yang sempat dilihatnya memendarkan cahaya unik di saku jaket gadis itu. Bahkan sebelum ia sempat mengungkapkan rasa bahagianya karena kejadian semalam, gadis itu pergi tanpa mengucapkan sepatah kata pun.

Park Daera… sesungguhnya, siapa kau?

Siwon memejamkan matanya. Seketika benaknya mengulang kembali pertemuan singkat mereka. Gadis itu… begitu cantik. Kulitnya selembut beledu. Mata berwarna hazel yang indah. Hidungnya, bibirnya, tulang pipinya hingga rambutnya. Semua nyaris sempurna. Tak pernah ia menemukan gadis secantik itu sebelumnya. Hanya dengan membayangkan gadis itu meringkuk nyaman di sampingnya, gairahnya kembali meningkat.

Siwon menggeleng tegas. Mencoba mengenyahkan bayangan gadis itu.

“Siwonnie!” Siwon refleks menoleh pada asal suara pemanggilnya.

“Oh, Hyeong! Ada apa?” tanyanya berusaha terdengar ramah pada Kim Jonghoon sang manajer walau jelas ekspresi wajahnya terlihat sangat kacau.

“Kau masih bertanya ada apa?” gerutu Jonghoon. “Lihat! Mereka sudah menunggumu bersiap,” ungkap pria berusia awal tiga puluhan itu sembari menunjuk beberapa kru yang sedang sibuk mempersiapkan lokasi syuting.

Siwon menghela nafas berat. Ia harus kembali menjalani rutinitasnya yang cukup mencekik. Dan dengan berat hati harus merelakan keinginannya mencari di mana keberadaan Park Daera. “Baiklah! Aku ganti baju dulu,” ungkap Siwon pelan lalu beranjak dari kursinya.

-Geopegeia-

Setelah dengan sukses melewati ‘gerbang’ Geopegeia di balik air terjun ganda di kaki gunung Bomun, Donghae dan Adѐlle sampai di sebuah padang ilalang luas yang hanya ditumbuhi tanaman perdu sebatas betis orang dewasa. Angin berhembus kencang dari arah barat daya menggoyangkan beberapa ranting pohon yang terletak di pinggir padang ilalang luas itu.

Sungguh suasana yang asing bagi keduanya. Berbeda dengan di Aegeia yang hampir keseluruhan langitnya berwarna biru dengan sinar matahari redup, di Geopegeia… udaranya hampir bisa dibilang panas. Langit cerah dengan awan putih berderet-deret berwarna sedikit kekuningan dan semburat jingga. Sinar matahari, terasa cukup membakar di kulit mereka.

“Aku heran, mereka masih bisa bertahan di tempat sepanas ini,” komentar Donghae sembari menyeka titik keringat yang mulai timbul di pelipis dan lehernya.

“Kalau kau tak memaksa, aku tak akan sudi mengikutimu ke tempat mengerikan ini,” keluh Adѐlle kesal.

Donghae menyeringai, lalu merangkulkan lengannya di pundak sang adik. “Kau terlalu sayang pada kakakmu ini, makanya kau tak bisa menolak permintaanku.”

“Tsk, sudahlah! Jangan buang-buang waktu lagi… aku berjanji akan membantumu bukan tanpa syarat. Kuharap… kau tak pernah melupakan janjimu itu!”

Donghae melepaskan rangkulannya. Lelaki itu tak mungkin lupa pada janji yang diungkapkannya pada Adѐlle semalam. Ya, dia berjanji akan cepat-cepat meninggalkan Eunhee bila misinya membawa Galѐnia berhasil, dan bersumpah akan lebih serius lagi mempelajari segala sesuatu tentang Aegeia untuk bekalnya memimpin negerinya kelak. Walau hati kecilnya sempat memberontak.

“Kurasa… pendapatmu tentang raja Marcus tak beralasan. Lihatlah! Tak ada yang menghalangi kita saat masuk tadi,” komentar Donghae setelah beberapa saat hanya hening yang mewarnai suasana.

Adѐlle mendengus. “Jangan senang dulu kakak… lihat!” katanya menunjuk pada beberapa pengawal berbaju besi dengan peralatan perang lengkap sedang bercengkrama di jalan masuk hutan. Sekurangnya, ada empat pengawal yang sedang mengelilingi api unggun kecil di bagian tengah. Tengah menikmati istirahat siang mereka.

Donghae dan Adѐlle sontak bersembunyi di balik rerimbunan Lilium ungu yang terbentang di pinggir hutan.

“Rasanya menyenangkan sekali bisa beristirahat sejenak,” suara salah seorang pengawal terdengar.

“Benar! Raja Marcus terlalu kejam hingga tak membiarkan kita beristirahat barang sedetik pun. Padahal menurutku, mendengar rumor tentang kekejaman dirinya saja… tak akan mungkin ada penyusup yang berani masuk ke mari.”

“Aku setuju denganmu!” Seorang pengawal lain menimpali sembari memakan daging kelinci panggang di tangannya. “Hanya orang bodoh yang rela menyerahkan dirinya ke sarang macan.”

“Bukan macan, tapi serigala,” koreksi yang lainnya hingga gelegak tawa terdengar dari semua yang ada di sana.

Di balik Lilium, Donghae tersenyum masam. “Orang bodoh? Nyatanya… aku tak takut pada Macan atau Serigala itu,” bisik Donghae.

“Kau belum mendengar tentangnya saja,” bantah Adѐlle balas berbisik. “Kalau kau tahu, kau akan berpikir seribu kali untuk datang ke mari.”

“Lalu mengapa kau mengijinkanku, bahkan ikut aku—“

“Lihat!” Adѐlle menyela cepat ketika derap langkah kaki kuda bergemuruh dari dalam hutan. Dan sejurus kemudian tak kurang dari sepuluh orang muncul dengan menunggang kuda-kuda gagah dan kuat. Pengawal yang sedari tadi terlihat bersantai, sontak berlarian dan membentuk sebuah barisan memanjang dengan kepala tertunduk.

Seorang yang paling mencolok, dengan pakaian merah berliris putih yang berbeda dari lainnya turun dari kuda putih yang ditungganginya. Lelaki muda berparas tampan itu mengenakan mahkota perak dengan kristal merah cantik yang berpendar indah di kepalanya.

“Galѐnia,” bisik Adѐlle tanpa sadar.

“Dia… Raja Marcus?”

Adѐlle mengangguk dengan tak mengalihkan tatapannya dari Raja yang terbilang masih cukup muda dan tampan itu.

Aku tak menyangka usianya masih semuda ini, batin Adѐlle yang memperkirakan usia Raja Marcus tak jauh berbeda dari kakaknya.

“Apakah pekerjaan kalian hanya bisa bersantai seperti ini?” Suara berat yang terdengar cukup mengerikan itu keluar dari mulut lelaki tampan tadi. Tatapannya terus meneliti keempat pengawal yang kini berdiri dengan kepala tertunduk. “Jerome!”

“Ya, Yang Mulia!” Seorang lelaki bermata sipit dengan suara serak itu mendekat.

“Menurutmu… apa yang bisa kulakukan untuk menghukum ‘keempat tikus’ menyedihkan ini, hingga membiarkan seorang… ah, tidak… dua orang penyusup berhasil masuk dengan mudahnya ke wilayah kekuasaanku.”

Beberapa yang hadir di tempat itu terperanjat, bahkan lelaki bernama Jerome itu pun mengalami hal yang sama. “Pe-penyusup Yang Mulia?”

“Jenderal Jerome! Seharusnya kau lebih berhati-hati dalam menempatkan pasukanmu di gerbang perbatasan Geopegeia,” komentar Marcus kejam sama sekali mengabaikan pertanyaan Jerome sebelumnya.

Adѐlle yang sejak tadi hanya berdiam diri di balik rimbunan Lilium itu mulai resah. “Kak, lihat! Tanpa memergoki kita pun… dia bisa mengetahuinya.”

Donghae tersenyum masam. “Dia hebat!” katanya seolah tak peduli pada sesuatu yang mungkin akan dihadapinya sesaat lagi. “Haruskah aku berdiri dan menunjukkan diri—“

“Jangan!” tahan Adѐlle cepat. “Jangan gegabah!” tambahnya lagi ketika sang kakak tak mau menurut.

“Keluarlah makhluk laut! Aku dapat mencium bau amismu dari sini.” Suara mengerikan itu terdengar lagi.

Adѐlle terkesiap ketika melihat sang kakak tiba-tiba berdiri dan melesat turun dari rerimbunan itu tanpa dapat dicegah. Sunggu keras kepala!

“Aku di sini!” ungkap Donghae tegas, sama sekali tidak gentar walau ia tak membawa satu orang prajurit pun.

Beberapa prajurit terlihat mulai mengangkat pedangnya dengan siaga. Namun posisi siaga itu dihentikan oleh satu gerakan tangan sang Raja yang mengisyaratkan bahwa ‘penyusup’ ini miliknya.

“Aha! Kita kedatangan tamu istimewa.” Marcus menyeringai dengan cara yang mengerikan. “Aku tak menyangka, Pecteus memiliki putera berpemikiran bodoh sepertimu.”

“Terserah apa pendapatmu… aku datang ke mari bukan untuk berperang.”

Marcus tergelak, diikuti beberapa prajurit di belakangnya. “Lihat! Dia memang bodoh!” ejeknya sambil terus tertawa. “Jerome! Haruskah kita membuatnya melihat bagaimana caraku menghukum keempat ‘tikus’ menyedihkan tadi, agar dia tahu siapa diriku?”

Lelaki bernama Jerome itu mendekat, dan menyeringai dengan sama mengerikannya seperti Marcus tadi. “Ide bagus, Yang Mulia,” katanya lalu menyerahkan sebuah pedang berukuran besar ke tangan sang Raja.

Keempat pengawal tadi, terlihat sangat ketakutan ketika Marcus mendekat. Hanya dengan satu sabetan pedang, empat kepala menggelinding di tanah berbatu.

Adѐlle yang masih bersembunyi di balik Lilium ungu, membekap mulutnya dengan tangan. Terlalu terkejut dengan kejadian tadi. Sementara Donghae masih berdiri tegap di hadapan Marcus. Sengaja menampilkan wajah datar, seolah semua itu sama sekali tak mengganggunya.

Marcus menyeringai lagi tanpa rasa menyesal, seolah apa yang baru saja dilakukannya hanya membunuh 4 ekor nyamuk yang mengganggu ketenangan tidurnya. “Itu hukuman bagi seseorang yang tak menuruti perintahku,” katanya licik. “Bagaimana Pangeran Aidѐn?”

Meski terkejut dengan kenyataan Marcus mengenalinya sebagai putera Pecteus, Donghae berusaha menampilkan wajah tanpa ekspresi untuk membuat lawannya tak merasa senang. “Bukankah sudah kukatakan, aku datang ke mari bukan untuk mencetuskan perang.”

“Oh… begitu!” ejek Marcus meremehkan. “Lalu… apakah tujuanmu ke mari sebenarnya? Untuk menyerahkan adikmu yang cantik itu padaku?”

Donghae terkesiap. Refleks melirik rimbunan Lilium ungu tempat Adѐlle bersembunyi. Bodoh bila ia mengira Marcus tak menyadari kehadiran adiknya, sementara pria kejam itu dapat dengan mudah mengenali siapa dirinya. “Sama sekali tak ada hubungannya dengan adikku,” bantah Donghae tegas.

Marcus menyeringai. “Sayang sekali,” komentarnya sinis.

“Aku tak akan menyerahkan adikku pada lelaki sepertimu!”

Beberapa pengawal terlihat mengacungkan pedangnya mendengar penghinaan Donghae, tapi sekali lagi Marcus berhasil menghentikannya hanya dengan satu isyarat tangan. “Terima kasih atas pujianmu,” katanya masam.

“Baiklah… aku akan langsung pada inti permasalahannya.”

Marcus mengangkat salah satu sudut bibirnya. Mengejek lebih tepatnya. “Ah, bukankah itu yang kumaksudkan sejak tadi. Aku khawatir tak akan tahan dengan acara diplomasi semacam ini.”

Donghae bergerak mendekat. Sejenak melirik prihatin pada tubuh tak bernyawa empat pengawal yang tergeletak tak bergerak di bawah kakinya. “Aku ke mari untuk mengambil Galѐnia kembali.”

Seketika itu juga air muka Marcus menggelap. Ada aura hitam yang memancar di sekitar tubuhnya. Dengan sorot mata menusuk dan lurus ke depan, Raja Geopegeia itu bergumam tegas. “Bila kau menginginkannya, langkahi dulu mayatku!”

-Donghae Beach-

“Apa?” Eunhee mengernyit. Terlalu bingung menerima setiap informasi yang didapatnya.

Donghae bukan manusia. Melainkan sesosok makhluk laut kejam. Begitu pula dengan Neora dan Daera. Kalung yang kini melingkar di lehernya, bahkan nyaris saja merenggut nyawanya. Dan kini, lelaki tampan itu sedang mempertaruhkan nyawa untuk menyelamatkannya. “Oppa.. kalau boleh jujur… aku masih belum mengerti apa yang kau katakan,” gumam Eunhee perlahan. Berhati-hati agar tak menyinggung perasaan sang kakak.

“Aku tahu pasti kau akan berkata begitu,” balas Jonghyun lalu menyandarkan tubuhnya pada kursi kayu yang didudukinya. “Aku tak mengharapkan dirimu memahami secepat itu.”

“Jadi… semua yang kau ceritakan tadi bukan sebuah dongeng untuk mengelabuiku agar aku tidak sedih lagi seperti saat aku kecil dulu?”

Jonghyun menghela nafas pelan. Dialihkannya tatapannya pada wajah polos Eunhee yang terlihat cantik walau tanpa make up sedikit pun. “Mungkin terlalu sulit untukmu dapat mempercayai ceritaku tadi… tapi aku tak berbohong. Semua itu benar. Bukan dongeng seperti yang kau kira.”

Eunhee terdiam untuk sesaat. Mencoba merangkai setiap informasi yang diterima dengan setiap kejadian yang selama ini menimpanya. Bagai menyatukan potongan-potongan puzzle menjadi satu kesatuan yang utuh. Membentuk sebuah gambar yang akan menjelaskan semuanya.

Donghae… jadi benar keberadaanmu semisterius itu?

“Benar dugaanku.” Mereka berdua terkesiap. Cassia. Gadis cantik itu tiba-tiba saja muncul di ambang pintu. Seringainya licik dan tatapan tajamnya tak henti meneliti Jonghyun yang duduk gelisah di sisi Eunhee. “Kau…” katanya lambat-lambat. “Katakan padaku… siapa kau sebenarnya?”

-Geopegeia-

Padang rumput yang luas dengan rerumputan hijau terbentang indah sejauhh mata memandang, menyambut kedatangan Donghae dan Adѐlle setelah sebelumnya mereka dan rombongan Marcus beserta pengawal-pengawalnya melewati hutan luas yang belakangan diketahui mereka bernama Yenith.

“Kita sudah sampai.” Suara berat Marcus terdengar. “Jangan menyesali keputusanmu,” tambahnya sebelum melesat pergi bersama pengawalnya ke sisi padang rumput yang lain.

Donghae diam menatap rombongan yang menjauh. Dihelanya nafas panjang lalu memilih meregangkan otot-ototnya yang kaku dengan merentangkan kedua tangannya ke udara.

“Aku sudah memperingatkanmu kakak, akan sangat buruk bila berurusan dengan Marcus.”

Donghae menoleh menatap Adѐlle. Tekadnya sudah sekuat baja. Ia tak peduli pada apapun yang menantinya di depan sana. Pemikiran gagal sempat melintas di benaknya. Namun sama sekali tak menggentarkan semangatnya yang sudah membumbung tinggi.

Kalapun  aku tak berhasil dalam misi ini. Biarkan saja aku mati bersama Eunhee. Hal tersebut jelas terasa lebih ringan daripada harus hidup tanpa kehadiran Eunhee di sisiku.

“Kau salah Adѐlle, Marcus tidak selicik yang kau kira,” bantah Donghae sambil terus melirik Marcus beserta pengawal-pengawalnya yang kini sudah berhenti di sisi padang rumput yang lain. Tepat di depan gerbang istana megah Geopegeia.

“Kau masih bisa bicara begitu?” dengus Adѐlle kesal.

“Bila dia memang sekejam yang kau kira, mengapa ia tak menghabisiku sejak tadi? Padahal jelas-jelas aku tak membawa pasukan se-peleton pun. Sementara dirinya… dikelilingi pengawal yang pasti tak akan segan-segan untuk mempertaruhkan nyawa demi Rajanya.” Adѐlle terdiam. Dalam hati membenarkan komentar Donghae tentang Raja Geopegeia itu. “Lelaki itu kesatria sejati Adѐlle,” tambah Donghae lagi. “Dia lebih memilih melawanku satu lawan satu, daripada harus bersembunyi di balik punggung pengawal-pengawalnya.”

Kematian adalah sesuatu yang menyakitkan…

Tapi yang paling menyakitkan lagi adalah…

Hidup tanpa kehadiranmu di sisiku

 

Donghae_

 

Jerome tak hentinya menatap Marcus. Lelaki itu mengenal Rajanya dengan baik. Tapi hari ini, Marcus benar-benar di luar dugaan. Raja yang terkenal kejam itu bersikap layaknya kesatria sejati di depan penyusup dari negeri laut tadi.

Sangat aneh. Dan di luar kebiasaan, pikir Jerome.

“Kenapa memandangiku begitu? Apa yang ingin kau tanyakan, Jerome?”

Jenderal muda itu terkesiap dan seketika tersenyum lebar menjawab pertanyaan Marcus. “Tidak ada, Yang Mulia,” dustanya.

Marcus tertawa mencemooh. “Apakah aku terlihat seperti anak kecil yang bisa kau tipu dengan mudah?”

Jerome cepat-cepat menggeleng. “Tidak Yang Mulia… mana mungkin saya berani berpendapat begitu.”

“Kalau begitu, katakan padaku apa yang ingin kau tanyakan?”

Jerome tak punya pilihan lain. Lelaki bersuara serak itu berdeham singkat sebelum melanjutkan. “Saya tak menyangka anda membuat kesepakatan yang akan membahayakan nyawa anda sendiri Yang Mulia, bila dalam tempo singkat anda bisa saja menghabisinya di tempat.”

Marcus diam sesaat. Menatap lurus ke tempat Donghae dan Adѐlle berada. “Apakah aku selalu tampak sekejam itu, Jerome?”

“Tidak ada yang meragukan kekejamanmu, Yang Mulia.”

Marcus menarik salah satu sudut bibirnya. “Kejam bukan berarti harus menjadi pengecut,” katanya tegas. “Pernahkah kau melihatku melawan musuh yang jelas-jelas seorang diri dengan sepasukan lengkap? Pernahkah kau melihatku berpangku tangan dan hanya memerintah saat peperangan berlangsung?”

Jerome menggeleng beberapa kali untuk menjawab setiap pertanyaan Marcus. “Ti-tidak Yang Mulia.”

“Terkutuklah kau bila menganggapku begitu.”

Jerome menunduk tanpa berani membantah lagi. Ia jelas keliru menilai rajanya itu. Marcus kejam, tapi tidak licik dengan hanya berlindung di belakang prajuritnya.

“Dan… ingat Jerome! Jangan pernah mengkhawatirkan aku akan kalah melawan si bodoh itu,” tambah Marcus. “Karena jelas… tak ada yang meragukan keahlianku.”

Jerome mengangguk tegas. “Benar, Yang Mulia… saya hanya terlalu khawatir. Tak akan ada yang bisa mengalahkanmu.”

“Yang Mulia… mereka memanggil bala bantuan!”

Marcus seketika itu menoleh mendengar laporan salah seorang pengawalnya. Dan sejurus kemudian, mata hitamnya membelalak lebar mendapati dua sosok lain muncul di sisi Adѐlle dan Donghae.

-Donghae Beach-

“Bagaimana pekerjaanmu? Apakah menyenangkan?” Eunhee bertanya sembari memotong bawang Bombay di counter dapur.

“Hmm… sangat,” balas Donghae. Kepala lelaki itu sesekali menyembul untuk mencium aroma kari yang dimasak Eunhee. “Aku merasa sangat menyatu dengan laut.”

“Benarkah?” Eunhee menghentikan kegiatannya untuk menatap Donghae. “Itu artinya… kau pandai berenang?”

“Aku tak akan membahayakan nyawaku menjadi seorang live-guard di pantai ini bila tak bisa berenang.”

Eunhee mengernyit heran. Meletakkan salah satu tangannya di dagu. “Bila kau memang pandai berenang, bagaimana bisa kau terdampar di pinggir pantai pagi itu?”

Untuk sesaat Donghae terdiam. Terlihat berpikir untuk mencari alasan yang tepat. “Aku… entahlah! Mungkin saat itu aku sedang mabuk… atau…”

“Sudahlah! Segala kemungkinan bisa saja terjadi,” sergah Eunhee akhirnya, membuat ekspresi Donghae yang sempat panik menjadi lebih rileks.

—————————————

Eunhee mendengus pelan. Menertawakan kebodohannya sendiri yang begitu saja percaya pada setiap bualan-bualan Donghae. Bila diingat lagi, memang banyak sekali keganjilan-keganjilan yang timbul dalam setiap interaksinya bersama pria bermata teduh itu. Tapi karena kenaifannya sendiri, Eunhee seolah menutup mata pada semua itu.

Eunhee menghirup nafas dalam-dalam. Menutup mata. Membiarkan semilir angin membelai wajah dan rambutnya. Hari sudah malam. Langit sore kemerahan sudah berganti pekat. Gadis itu tetap berdiri di sana. Di sisi pantai, dekat anjungan. Tempatnya biasa menghabiskan waktu bila sedang rindu pada sang Ayah.

Biasanya dalam beberapa Minggu terakhir, bila malam mulai menjelang, Donghae akan muncul dan menceramahinya karena terlalu lama berdiam diri seperti orang bodoh di sana. Tapi mulai hari ini, semua itu takkan pernah terjadi lagi. Donghae-nya sudah pergi. Lelaki yang dianggapnya baik itu menyimpan sejuta misteri yang menghantarkannya pada jurang kematian.

Memang Donghae bukan satu-satunya yang patut disalahkan dalam hal ini. Ia juga menyadari, Ayahnya ikut ambil bagian dalam hal ini. Ya, Ayahnya yang memberinya Kristal itu. Dia yang pertama kali membawa Kristal itu di hidupnya.

Tiba-tiba Eunhee terkesiap. Berbagai pertanyaan muncul dalam benaknya. Mungkinkah semua ini berhubungan dengan hilangnya sang Ayah? Mungkinkah… Kristal yang kini masih menghiasi lehernya juga mengakibatkan hal yang sama pada Ayah yang sangat dicintainya itu?

Mendadak kepalanya pening. Eunhee memijat pelipisnya yang menegang dengan ujung jarinya. Refleks, gadis itu menyentuh Kristal biru yang menjadi bandul liontinnya saat ini. Mengusap permukaannya untuk menghilangkan semua pemikiran buruk itu.

“Donghae… katakan itu tidak benar!” racaunya pelan.

Eunhee terkesiap merasakan sebuah tangan besar merengkuhnya dari belakang. Dengan sigap, gadis itu menyikut perut seseorang di belakangnya itu dan terdengar erangan pelan seorang pria yang tampaknya mabuk karena aroma alkohol yang menyeruak ke mana-mana.

“Lepaskan aku!” jerit Eunhee frustasi.

 

 

 

TBC

Huweeeee~~~
Mian lama baru bikin yg selanjutnya. Aku selang-seling bikinnya ama FF laen. Adakah yang masih inget cerita FF ini?? jangan2 dah pada lupa yah??
Maap klo hasilnya mengecewakan (?) *bow*

23 thoughts on “It’s You -Part 4-

  1. First kah???!

    Q tak tau mo komen apa eon~~
    Ff mu sungguh keren n daebak !!!
    Jempol 5 deh,,1nya pinjem punya tetangga ^^

    Sptnya adiknya si hae itu bakalan berjodoh dg kyu yak *sotoy*
    Kkkkk~

    Baiklah,,lnjuuuut^^

  2. waahhh……seru bngt eon!!
    sumpah,jd tmbh pnsran ma lnjtnya,siapa jonghyun?siapa lelaki dblkng hee?dmna ayah hee?jd pngn cpt2 liat prtmpuran hae vs marcus,..
    pngennya sh g da yg kalah ato mnang,tp marcus bs jd baik,hehehe
    dtnggu ja dh crta lnjtny eonni,fighting!!^^

  3. wow,,,,,,bingung mau komen apa,,,,
    terlalu keren untuk diungkapkan dgn kata” 🙂

    makin seru,makin menegangkan,,,,
    siapa yg bantuin aiden ma adelle???
    trus gimana duel marcus vs aiden,,,dilema nih coz dua”nya nampyeon aq*plak*

    aarrrrggghhh,,,,saeng,kenapa dikau beri tbc disaat yg mendebarkan???????*manyun*

    ayo semangat nulisnya,,,,biar cepet ada lanjutannya,hehehe,,,,

  4. Wah wah wah makin deh itu sebenarnya apa yg terjadi. Siapa sebenernya org itu? Wah udah deh mesti marcus ketemu aiden.. Lanjutannya aku tunggu hlo eonni

  5. Kyaaaaa akhirnya marcus Vs aiden.. laga kolosal… (what??? abaikan)
    ssaengi aku nggak sabar baca lanjutannya; ada apa dgn eunhee? gmana bs ada bala bantuan buat prince hae? dan ehm naga2 nya ada sinyal antara adelle ma marcus nie.. (sok tau mode on)
    haha pokoknya aku nunggu bgt ni lanjutan ff fantasimu ini
    okey ssaeng, eonni cao dulu ya..

  6. Akhrny bs meninggalkn jejak jg..wkwk
    waduh, si raja marcus kejem amet, matiin 4 org dg skali tebas..haduh..it nti gmn nsib donghae ma adelle?
    trz yg meluk eunhee dr blkg siapa ni unn? y udah deh, saeng tnggu part slnjtnya aja..XD

  7. Mian lee ru bisa baca sekarang.. tau sendiri laa yaa, deritaku dijajah telkom?? XP

    banyak kejutan nii!! ternyata si J bukan manusia!! sebangsa ikan-ikanan jg k dy?? hohoo.. terus, tu sii marcus agak2nya naksir Adelle, jadi penasarang tu anak ntar sama marcus apa J?

    hoakakkk.. bang siwon terkenang2 ttg dirikuuu~ bergairah pula… hoakakakkk… tp aku malah g mikirin dy gara2 sibuk jd bodyguard Eunhee,, bang~~ ntar malem ketemuan yoookk~

    kalo si donge.. hahhhh… aku bisa stres punya kakak macem ini. udah dongdong, nekat pula!! ckckck…
    tp itu bantuan yang dateng belakangan itu, si Cassia k salah satunya?? jangan sampe aku mati gara2 kedongdongan Donge nii!! belum ML ma bang siwon lageeee!!!

    • arasso! haha
      Halah… kau yg dipikirin mah ML moloooo… dasar Miss YADONG! *cekek Won2* haha
      ntar kubikin si Cassia mati beneran asyik keknya :p
      Atauuu… si Cassia dibikin ama Raja Marcus? mwakakakak *ngakak guling2*

  8. kyaaaaaaaaaaaaaaaaa~
    nugu..nuguuu?

    jgn peluk Eunhee sembarangan #nyiapintusukkonde

    Hadegh… semakin kedepan semakin deg-deg an…
    itu dong-dong kok nekad yak?
    bagus, demi cintamu Lee..
    Hey, Markussss >> sudahlah kau jadi penjaga gawang saja
    #haaaahhh?
    #dikiran markus horisontal

    atau gak, pulang lah bersamaku #tutupmuka

    Apa eunhee membenci aiden? Jangan…….sampeeeekk #hirupbungalili

    bertarung? Aiden vs marcus ?

    kyaaa~ siapa yg menang…
    meski aku cinta kau markus, tapi episode kali ini, aku benar2 mencintai donge, jadi maafkan aku sekuling darimu.. dan akhirnya aku mendukung ikan lee-lee ku itu…

    Dewa neptunus yang gentayangan dilautan bersama spongbob dan rumah nanasnya, buatlah aiden menang, biar galenia itu jatuh ketangan ikan lee-lee itu..

    oke sip!!! maju terus SEMANGKAAAAAAA LEE-LEEEEEEEEEE
    #cipokeunheeeonni
    #kaborkechap5

Leave a reply to authordestira Cancel reply