HATE That I LOVE YOU [Part 8]

Cerita sebelumnya:

Hubungan Ann dan Aiden sempat merenggang akibat suatu kejadian yang membuat keduanya merasa malu. Namun siapa sangka justru kejadian itu memberikan imbas sebaliknya dalam hubungan mereka. Hingga membuat Ann sendiri semakin menyadari perasaannya pada Aiden. Sebaliknya dengan Spencer, ia merasa patah hati karena sang gadis pujaan memilih pergi bersama Aiden pada sebuah acara pertunjukan Opera. Hingga lelaki itu memutuskan untuk memperbaiki mood-nya dengan menangis di sebuah taman. Dan di taman itulah, ia kembali bertemu dengan seorang gadis Inggris yang disebutnya ‘setan tomboy’.

Part 8

 

 

 

 

-Annabelle Parker, Abbey Street-

Good Nite!” Demi Tuhan! Apa yang baru saja kulakukan? Aku benar-benar tak percaya bahwa tadi aku telah menceritakan kisah masa laluku pada Aiden. Semuanya, secara jelas dan gamblang. Entahlah! Mungkin terdengar gila. Tapi sekarang aku merasa ringan. Seolah semua beban yang menghimpitku selama bertahun-tahun ini hilang entah ke mana.

“Ah, Good Nite!” Balasku karena baru menyadari aku belum membalas sapaannya. Pantas saja sejak tadi Aiden tak pergi dari hadapanku. Sekali lagi jantungku menunjukkan ketidaknormalannya saat melihat senyum itu tersungging dari bibir tipis Aiden untuk yang kesekian kalinya malam ini. Yeah harus kuakui, aku benar-benar telah jatuh ke dalam perangkapnya. Memang benar jika banyak orang yang mengatakan bahwa cinta sama sekali tak mengenal logika. Aku pun mulai mengerti bagaimana perasaan Mom. Mengapa sampai sekarang pun ia belum bisa melupakan Dad.

Aku hanya bisa berdiri diam di depan restoran sembari memandangi sosok Aiden yang masuk ke dalam Ford putihnya sampai sedan keluaran Eropa itu menghilang dari jarak pandangku. Baiklah! Aku lelah terus menyangkalnya. Dan aku hanya bisa berharap, Aiden bukanlah sosok pria seperti yang kutakutkan.

Ketika mendorong pintu kaca restoran, aku baru menyadari bahwa aku masih mengenakan jas Aiden di bahuku. Astaga! Kenapa bisa lupa tak kukembalikan? Argghh… kau memang bodoh Ann! Tapi aku senang memakainya. Rasanya hangat dan masih bisa kurasakan aroma tubuh Aiden yang menguar dari jas ini. Demi Tuhan! Apa yang kupikirkan?

“Mom?! Wha-what Happenned? Mom?!” Siapapun, kumohon tolonglah!

-Riverside Hospital, Abbey-

 

Aku benar-benar tak bisa berpikir setelah menemukan Mom dalam keadaan tidak sadar di lantai. Rasanya kakiku gemetar dan sampai sekarang aku masih bisa merasakannya. Tuhan tolong selamatkan Mom! Kumohon! “Minumlah!” Aku mendongak ketika kudengar suara Aiden di hadapanku. Yeah Aiden. Dia yang mengantarku dan Mom ke Riverside Hospital. Karena hanya namanya yang ada dalam benakku saat itu dan tanpa sadar aku sudah menelponnya. Maafkan aku Aiden. Aku telah mengganggu waktu istirahatmu. “Hey, kenapa diam saja?”

“Oh?” Kuulurkan tanganku untuk meraih sekaleng kopi hangat di tangannya. Rasanya kehangatan dari kaleng berisi kopi itu memberikan rasa yang lebih baik pada tanganku yang dingin. Bisa kurasakan kini Aiden duduk di sebelahku.

“Tenanglah! Tidak akan terjadi apa-apa pada Ibumu.” Kau baik sekali Aiden. Aku janji akan membalas semua kebaikanmu malam ini.

Kuberanikan diri untuk menatap wajahnya dan kudapati senyum hangat itu masih tersungging di bibirnya. Senyum yang sampai saat ini selalu dapat membuatku ling-lung. “Thanks,” Aku ingin memaki diriku sendiri karena hanya itu yang bisa kuucapkan padanya. Seharusnya kupersilahkan dirinya pulang agar ia bisa istirahat secepatnya. Tapi aku benar-benar membutuhkannya malam ini. Persetan jika orang-orang mengataiku egois. Aku merasa rapuh. Bagai sebuah piring retak yang akan hancur begitu saja hanya dengan memberikan sedikit tekanan. Hingga tanpa kusadari, pipiku basah oleh air mata. Aku menangis… menangis dalam dekapan hangat Aiden. “Jangan pergi…”  desisku lirih di sela-sela isakanku.

 

-Aiden Lee/Lee Donghae-

Aku sedang dalam perjalanan ke flat-ku saat tiba-tiba ponselku berdering dan langsung memutar arah saat kudengar suara Ann yang terdengar serak di ujung sana. Aku tak menyangka akan terjadi sesuatu pada Mrs Parker. Kuperhatikan selama beberapa hari terakhir dia sehat-sehat saja walau terlihat sedikit pucat. Semoga tak terjadi apa-apa padanya. Rasanya seperti ada yang meremas kuat jantungku saat melihat kondisi Ann malam ini.

Gadis itu tampak sangat menyedihkan. Sungguh berbeda dari yang biasa ditampilkannya selama ini. Benar-benar sisi lain dari seorang Annabelle Parker. Dibalik kekeraskepalaannya, ia hanyalah seorang gadis rapuh yang begitu mencintai Ibunya. Yeah, dia memang sama sekali tak menitikkan air mata saat aku datang menjemput. Tapi dari tatapan matanya, aku tau gadis itu benar-benar terpukul. Hanya Mrs Parker keluarga satu-satunya yang dimilikinya. Jujur, kini aku bisa merasakan kepedihan yang dirasakan Ann. Terlebih, tadi ia telah menceritakan semuanya padaku. Tentang Ayahnya, masa lalunya dan segala yang membuatnya membenci pria Asia sepertiku. Memang kuakui reaksinya terlalu berlebihan dengan membenci seluruh pria Asia yang berhasil ditemuinya, karena tak semua pria Asia adalah orang jahat. Tapi apa yang dilakukannya tadi, membuatku meyakini satu hal. Ann tak lagi mempertahankan prinsipnya membenci semua pria Asia. Setidaknya, kini ia tak membenciku.

Setelah selama 30 menit terakhir gadis itu mencoba menahan gejolak dalam dirinya, kini ia berhasil menumpahkannya. Lebih baik begini. Aku tau bagaimana sesak yang dirasakan saat seseorang yang dicintai tengah terbaring lemah di ranjang rumah sakit. Yeah, menangislah Ann! Tumpahkan semuanya agar rasa sesak dalam dirimu menghilang. Kugenggam erat tangannya yang terasa begitu dingin dan kubelai lembut punggungnya yang masih bergetar karena isak tangis yang melandanya. “Jangan pergi…” Aku menggeleng pelan seolah-olah gadis itu bisa melihat apa yang kulakukan.

“Tidak, aku tak akan pergi. Tenanglah,” bisikku sambil mempererat genggaman tanganku pada tangannya. Tidak ada yang bisa kulakukan lagi selain menenangkannya. Membiarkannya menumpahkan segala kesedihan yang dirasakannya.

————————————–

“Keluarga Mrs Parker?” Ugh… itu suara Dokter. Ah, sial! Aku tertidur. Bahuku mati rasa. Ann mengangkat kepalanya dari bahuku dan segera berlari menghampiri pria berseragam putih di depan pintu ruang pemeriksaan. Kulirik arlojiku yang kini menunjukkan pukul 2 pagi. Sudah 2 jam aku terlelap. Aku ingat, setelah puas menangis dan karena belum adanya kabar dari Dokter yang memeriksa Mrs Parker. Ann tertidur dalam dekapanku. Begitu pula aku yang ikut tertidur setelahnya. Sebenarnya apa yang membuat proses pemeriksaan itu begitu lama?

Kuregangkan tangan kiriku dan memukul-mukul pelan bahuku yang masih terasa berat. Ekor mataku menangkap sosok Ann yang mengikuti sang Dokter ke ruangannya. Semoga Mrs Parker tidak apa-apa. Aku akan mencuci mukaku dulu. Rasanya mataku masih perih setelah bangun tidur. Yeah, memang tidak nyaman tidur dalam posisi duduk seperti tadi.

Setelah mencuci muka di toilet yang terletak di ujung lorong aku kembali ke tempat ini. Bertepatan dengan itu, Ann keluar dari ruangan Dokter yang memeriksa Mrs Parker tadi. “Ann, apa yang dikatakan Dokter?” Mendadak rasa khawatir menyeruak dalam diriku melihat Ann yang kini kembali berurai air mata. Apa yang terjadi? “Hey, Ibumu—“ Aku berhenti bicara ketika tiba-tiba Ann memelukku. Tubuhnya bergetar oleh isak tangis yang cukup keras. Ya Tuhan! Jangan bilang sesuatu yang buruk telah terjadi.

“Mom… mom…” Aku bisa mendengar racauan Ann di sela-sela tangisnya. Melihatnya seperti ini, tanpa kusadari air mataku kini mulai memburamkan pandangan. Tidak. Aku tak boleh menunjukkan sisi rapuhku di hadapan gadis ini. Kalau aku juga menangis, lalu bagaimana dengannya? Buru-buru kuhapus air hangat yang berhasil lolos itu dengan ujung jariku dan kutarik nafas dalam-dalam untuk meredakan rasa sesak yang kini kurasakan. Aku jadi teringat Appa-ku. Saat-saat di mana Appa tengah melawan penyakit kanker yang menggerogoti tubuhnya.

“Tenanglah Ann! Ceritakan padaku ada apa?”

“Mom membohongiku… dia bilang… dia…”

“Baiklah! Menangislah dulu. Berhenti bicara. Aku sama sekali tak mengerti apa maksudmu,” potongku cepat. Aku tak sanggup lagi melihatnya begini. Kurasakan air mataku kembali menggenang di sudut mataku. Semoga aku masih bisa bertahan untuk tak menangis di hadapannya.

-Annabelle Parker-

“Setelah menilik riwayat pemeriksaan yang pernah dilakukan Ibumu. Aku menemukan Mrs Parker sudah lama menderita kanker lambung. Tapi sepertinya Ibumu tak merawatnya dengan benar. Aku sudah menelpon Dokter Harrys. Dia adalah Dokter yang selama ini menangani penyakit Ibumu. Dan Dokter Harrys mengatakan, setiap kali ia meminta Mrs Parker dirawat intens di Rumah Sakit. Mrs Parker selalu menolak dengan alasan tak ingin putrinya tau tentang penyakit yang kini dideritanya. Sekarang kanker itu sudah sampai pada fase metastase dan sudah menyebar ke esofagus. Tak ada yang bisa dilakukan lagi selain untuk mengurangi penderitaannya dan memperpanjang masa hidup dengan melakukan kemoterapi.”

Kanker lambung. Rasanya semua seperti mimpi. Aku benar-benar tak ingin percaya apa yang dikatakan Dokter Abraham tadi. Mom menderita kanker lambung selama ini. Tapi kenapa? Kenapa ia justru ingin menyembunyikannya dariku? Menyembunyikan sebuah penyakit mengerikan yang bisa saja merenggut nyawanya. Bukankah dulu Mom pernah berjanji takkan meninggalkanku. Lalu, kalau begini… aku harus bagaimana? Kutatap Mom yang kini tengah terbaring di ranjang rumah sakit. Matanya masih terpejam. Tak ada tanda-tanda akan membuka dalam waktu dekat. “Ini.” Aku tersentak ketika mendapati Aiden mengangsurkan sebungkus roti dan minuman. “Kau belum makan sejak semalam. Aku tidak mau kau sakit juga.” Ya Tuhan! Bagaimana aku bisa lupa dengan keberadaannya? Semalaman ia menjagaku. Memberiku dukungan saat aku sedang terpuruk dan menenangkanku saat aku tengah terisak.

“Kau… belum pulang?” Aku berusaha bersuara. Walaupun sulit karena tenggorokanku terasa kering.

Aiden duduk di sampingku dan meraih tanganku lalu menggenggamnya di antara kedua tangan besarnya. Aku bisa merasakan aliran hangat mengaliri jantungku. Entah mengapa aku merasa tak sendirian. “Bagaimana aku bisa pulang kalau sejak tadi kau selalu menangis seperti anak kecil, heh?” Yeah, dia benar juga. Aku memang menyedihkan.

I’m sorry…” Aku tak pernah merasa semalu ini sebelumnya. “Pulanglah, kau harus berangkat ke kampus dan beristirahat.”

Kulihat ia menggelengkan kepalanya, “Tidak sebelum kau tenang.”

“Aku sudah baik. Kau tak perlu khawatir,” bantahku lalu menarik tanganku dari genggamannya. Semakin lama begini, jantungku akan lelah karena terlalu lama bekerja ekstra.

“Baiklah kalau begitu, aku memang harus pulang untuk mandi dan berganti pakaian dulu. Kalau perlu sesuatu, hubungi saja aku.” Aku hanya mengangguk menjawab perkataannya. Yeah, pergilah! Aku tak ingin berhutang terlalu banyak padamu. Tapi aku tak bisa berjanji untuk tak menangis lagi setelah kepergianmu. “Kau tak perlu cemas begitu. Aku tak akan pergi lama. Nanti aku akan kembali lagi dengan membawakan pakaianmu. Kulihat kau belum mengganti gaunmu sejak semalam.”

Ough, apa aku terlihat sangat tidak rela jika ia pergi? Kulirik diriku sendiri yang saat ini masih mengenakan gaun putih selutut yang kugunakan semalam. Dia benar lagi. Eh? Apa katanya tadi? Dia akan mengambilkan pakaianku. “Tapi…”

“Tapi?” Aiden menghentikan langkahnya dan berputar ke arahku.

“Tidak perlu. Biar aku minta tolong Spencer untuk membawakannya. Aku yakin ia pasti khawatir karena sampai jam segini restoran belum buka.” Kulihat Aiden tersenyum, “Kau istirahat saja.”

“Hmm… baiklah kalau begitu. Jangan lupa makan rotinya,” Aku merasa bodoh sekarang. Kenapa aku dulu menuduhnya pria jahat jika ia bisa sebaik ini padaku.

“Aiden?” Langkahnya kembali terhenti di depan pintu. “Aku tak tau harus mengatakan apa padamu. Yang jelas, sekedar terima kasih pun tak akan cukup untuk membayar semua yang kau lakukan untukku hari ini.”

Aiden terkekeh pelan dan entah mengapa kekehannya membuat semangat dalam diriku kembali tinggi. “Kau hanya perlu membayar dengan kesehatanmu. Berjanjilah padaku kau akan selalu sehat dan kembali menjalani hidupmu dengan baik Ann.”

Aku tertegun dan hanya bisa memandang kepergiannya dengan tatapan kosong. Sebegitu pedulikah ia padaku? Kesehatanku? Aiden bilang, ingin aku tetap sehat? Sekarang aku benar-benar menyesali sikap kasarku padanya dulu.

Sepeninggal Aiden, suasana kembali sunyi. Hanya desah teratur nafas Mom yang terdengar. Mom, aku harap kau jangan pergi. Aku benar-benar takut jika harus hidup sendiri begini. Rasanya air mataku ingin jatuh lagi. Tapi kata-kata Aiden tadi…

“Kalau kau ingin Ibumu bahagia, berhentilah menangisi semuanya. Aku yakin, reaksi seperti inilah yang ditakutkan Ibumu hingga Ia sengaja merahasiakan penyakitnya darimu. Kau pasti tak ingin Ibumu sedih di saat-saat terakhirnya. Jadi, tersenyumlah Ann. Tunjukkan pada Ibumu, bahwa kau gadis tegar yang mampu membahagiakan Ibumu di akhir hidupnya.”

Yeah, dia benar. Kuraih tangan Mom yang terikat selang infus  dan menggenggam jemarinya lembut. Aku janji tak akan menangis di hadapanmu. Aku janji tak akan menjadi bebanmu. Kalau memang kau harus pergi, aku berharap kau bisa pergi dengan tenang.

“Ann?!” Oh, Tuhan. Benarkah yang kulihat? Mom sadar?

“Mom? Kau—“

I’m sorry Honey. I’m really sorry.” Kugelengkan kepalaku kuat-kuat dan menelan ludahku kasar. Aku tak pernah membayangkan akan sesulit ini menahan agar air mataku tidak jatuh.

“Mom tidak perlu minta maaf,” Aku senang karena akhirnya suaraku cukup terdengar walau sangat lirih. “Yang aku sesalkan hanyalah kenapa Mom menyembunyikannya dariku? Kalau Mom menceritakannya sejak awal, mungkin penyakit ini masih bisa…”

“Tidak Honey, aku tau penyakitku tidak dalam tahap untuk disembuhkan.”

“Mom! Kenapa kau berkata begitu?” Rasanya dadaku kembali terasa sesak. Tidak Ann. Kau sudah berjanji tak akan menangis di depannya. “Tunggulah Mom, aku akan memanggil Dokter.”

Honey,” kurasakan tangan hangat Mom menahan pergelangan tanganku. “Tinggallah dengan Ayahmu—“

What? “Itukah tujuan Mom tak memberitahuku tentang penyakitmu dan akhir-akhir ini terus mendesakku memaafkan Dad?” Maaf Mom, aku menyela ucapanmu. Aku benar-benar tak mau meninggalkanmu begini. Kau keterlaluan Mom!

Aku memutar tubuhku dan buru-buru menghapus air mata yang kini turun di pipiku. Teganya Mom melakukan itu padaku. Bagaimana mungkin ia berharap aku memaafkan Dad dan meninggalkannya menderita seorang diri melawan penyakit itu? Tidak! Aku bukan Dad. Aku tak akan pernah melakukannya. Walau aku harus hidup sendiri di negara ini.

“Ann, Honey… Ayahmu sudah—“

“Mom! Bisakah kau tak menyebut namanya lagi?” Aku kembali memutar tubuhku menghadap Mom. Sungguh aku tak bermaksud membentaknya. Karena jujur sangat sulit untuk mempertahankan nada bicaraku menjadi sedatar mungkin kalau sudah menyinggung tentang Dad. “Aku sudah memutuskan Mom. Aku tak akan pernah mau tinggal dengannya. Aku akan di sini bersamamu. Menjagamu dan merawatmu.”

“Tapi Ann, hidup Mom tidak akan la—“

“Hentikan Mom! Kumohon hentikan!” Aku benar-benar sudah tidak sanggup lagi. Rasanya udara di sekelilingku berubah menjadi karbon dioksida yang membuatku sesak. Tanpa menunggu Mom melanjutkan, aku beranjak dari kursiku dan berjalan keluar ruangan. Rasanya tak ada yang lebih menyakitkan dari ini. Semua asa yang sempat kurangkai setelah mendengar kata-kata Aiden tadi, hancur seketika mendengar rencana yang sudah Mom rancang untuk kehidupanku kelak.

-Spencer Lee/Lee Hyukjae-

Aku bangun kesiangan hari ini, karena semalam menghabiskan waktu di luar bersama Marry hingga jam 1 pagi. Marry. Yeah, ternyata dia gadis yang cukup menyenangkan, walau kuakui berhubungan dengan si setan tomboy itu bisa membuatku miskin. Kukira aku sudah terlambat datang ke tempat kerja, tapi yang membuatku heran, kenapa pintu restoran masih terkunci? Ini sudah jam 9 pagi. Tak biasanya di jam segini pintu belum terbuka. Aku sudah menggedor pintu berulang kali, tapi tetap tak ada jawaban dari dalam. Sebenarnya ke mana perginya Boss? Tidak mungkin ia pindah ke tempat lain tanpa memberitahuku kan?

“Hey, syukurlah kau sudah datang.” Eh? Sial! Apa maksudnya dengan itu? lelaki-sialan ini, kenapa jam segini dia sudah di sini?

“Pintunya terkunci, kau tak perlu masuk kerja sepagi ini,” balasku sebelum ia sempat bicara. Aku malas berhadapan dengannya, jadi aku sengaja mengeluarkan ponselku untuk menghubungi Boss.

“Kau belum mendapat kiriman pesan dari Ann?” Eh? Pesan? Ann? Ada apa ini? “Ah, sepertinya memang belum,” Ia kembali menambahkan saat mulutku sudah membuka untuk memprotes. Dan dengan seenaknya, ia menggeser tubuhku dan berjalan ke sisi pot bunga lalu menunduk. Apa yang dilakukannya?

“Hey, kau… eh? Dia… kenapa kuncinya ada di sana? Dan kenapa ia tau…” Rasanya aku kesal menyaksikan dirinya jauh lebih tau dariku.

“Aku tak punya waktu untuk menjelaskan, sebaiknya kau bantu aku menyiapkan pakaian Ann dan Mrs Parker.” Mwo? Dia memerintahku? Dipikirnya aku pembantunya!

Shireo!” Aku menggeleng tegas dan melipat tanganku di depan dada. “Kau mau mencuri dari keluarga ini? Hah? Akhirnya ketahuan juga belangmu! Aku tak mau berkomplot denganmu!” Kulihat ia melotot. Hah… dipikirnya aku ini orang bodoh yang bisa ia tipu begitu saja. Menyiapkan pakaian Ann dan Boss? Tsk, itu hanya alasannya saja untuk dapat membawa lari barang-barang itu. Dasar pencuri!

“Aigooo… bisa-bisanya kau berpikir seperti itu di saat begini.” Aku mendengus. Memangnya saat seperti apa ini? “Mrs Parker sedang sakit dan semalam ia dilarikan ke rumah sakit.” Mwo? Dia tidak sedang menipuku bukan? “Ah, ya sudah kalau kau tak percaya. Biar aku yang menyiapkannya sendiri—“

“Tunggu! Kau… tidak sedang bercanda bukan? Boss… sakit?” Aku mencoba meneliti wajahnya. Mencoba mencari binar kejujuran dari tatapan matanya.

“Kau pikir ini lelucon yang bisa kau cetuskan dengan begitu mudahnya?” Sepertinya ia sedang tidak berbohong. Yeah, baiklah kalau begitu. Tapi kalau sampai ia membohongiku, aku tak akan membiarkannya lolos dari kejaran polisi.

Kira-kira 45 menit lebih kami menyiapkan pakaian yang dibutuhkan Ann juga Boss selama di rumah sakit berikut juga bekal yang aku buat special untuk Ann. Kami—aku dan Aiden—hendak berangkat ke rumah sakit tempat Boss dirawat ketika tiba-tiba seseorang mendorong pintu depan restoran.

“Sorry Sir, kami tutup hari ini,” Aku langsung mengumumkan pada orang itu yang tampaknya seorang tourist dari kawasan Asia.

“Aku ke mari mencari Catherine Parker,” Eh? Bukankah itu nama Boss?

“Jaesook Ahjusshie?” Aiiishh… dasar pengganggu. Dia tidak lihat kalau aku yang sedang mengobrol dengan tuan ini? Eh? Tapi kenapa ia mengenalnya? Jangan-jangan…

Sejenak kulihat pria paruh baya itu mengernyitkan kening tapi detik berikutnya ia berseru “Ah, Donghae-a. Ini benar kau?” Donghae? Oh, jadi nama Koreanya Donghae? Tsk, seperti nama pantai saja. Orang tuanya benar-benar tidak kreatif.

“Ne, Ahjusshie.” Ah, aku sudah seperti obat nyamuk di sini. Tapi tunggu dulu, jangan-jangan dia komplotannya yang sengaja datang untuk membantu lelaki-sialan ini mencuri di tempat ini. Ah, kenapa kau bodoh sekali Lee Hyukjae. “Ngomong-ngomong, apa yang kau lakukan di London? Kau mengenal pemilik tempat ini?”

“Yeah, aku akan menjemput putriku. Annabelle.”

Mwo?!” tanpa sadar aku dan si lelaki-sialan itu sama-sama menjerit. Jadi, pria paruh baya ini Ayah Ann. Tapi… kenapa ia bilang datang ke mari untuk menjemput putrinya? Jangan katakan kalau ia akan membawa Ann pergi dari sini. Andwae!!!

-Riverside Hospital-

Akhirnya sampai juga. Selama dalam perjalanan tadi, aku hanya diam sambil mencuri dengar pembicaraan kedua orang itu. Kalau dilihat dari sikapnya, paman itu terlihat baik, tidak seperti yang kukira dari cerita yang kudengar dari Ann. Dan sepertinya, paman itu sama sekali tak tau kalau Boss sedang sakit. Aigooo… kenapa tak terpikir olehku? Apakah Boss menderita penyakit yang sangat parah hingga meminta mantan suaminya datang jauh-jauh ke London untuk membawa Ann bersamanya?

Mendadak aku merasa gugup. Ya Tuhan! Semoga dugaanku tidak benar.

-Annabelle Parker-

Burung-burung gereja itu tampak nyaman bertengger di pinggir pembatas atap. Ada pula yang berkejar-kejaran di sudut kiri. Sungguh tampak damai tanpa masalah yang mengganggunya. Sungguh berbeda denganku yang kini merasa seluruh beban yang ada di dunia ini pindah ke pundakku. Aku tersenyum tipis melihat tingkah burung-burung itu. Mungkinkah aku terlalu berlebihan pada Mom? Entahlah! Aku hanya tak ingin meninggalkannya di saat seperti ini. Aku sangat menyayanginya. Melihatnya menderita begini, tentu saja membuat hatiku sakit. Kutarik nafas dalam-dalam dan menyimpannya untuk sejenak di dalam paru-paruku lalu mengeluarkannya secara perlahan.

Hampir satu jam aku meninggalkan Mom di kamar seorang diri setelah pertengkaran kami tadi. Aku bisa merasakan pikiranku mulai jernih setelah berpikir cukup lama di atas sini. Sepertinya aku harus kembali. Matahari pun sudah mulai terik, aku tak mau kulitku gosong hanya karena terlalu lama berdiri di sini.

Semoga Mom mau mengerti keputusanku. Yeah, aku harus berhasil membujuk Mom. Kalau perlu, aku akan minta tolong pada Aiden. Ya benar Aiden. Kurasa Mom tak akan bisa menolak jika Aiden yang menyarankannya.

Oh? Bukankah itu dia? Ya Tuhan! Baru saja aku memikirkannya. Dan sekarang dia sudah muncul di hadapanku. Apakah dia semacam malaikat yang sengaja di utus ke muka bumi ini untuk membantuku? Tsk, Ann kau mulai melantur. Tapi tunggu dulu, bukankah itu Spencer? Tapi kenapa mereka hanya berdiri di depan kamar Mom? Kenapa tidak masuk?

“Ann? Baby?” Oh, berhentilah memanggilku begitu. “Bagaimana keadaanmu? Kenapa kau tak memberitahuku? Harusnya kau menelponku dan bukannya orang asing ini?” Arrghh… aku sudah pusing Spencer. Tak perlu ditambah lagi dengan berondongan pertanyaan tak pentingmu itu.

“Aku baik-baik saja Spencer. Kau tak perlu khawatir. Maaf aku tak sempat menghubungimu.”

“Tapi kau tampak pucat, kau…” Ia langsung diam ketika aku melotot padanya. “Ini, makanlah.” Eh? Kotak bekal lagi. Oke, kurasa aku memang harus berdamai dengan pria-pria Asia ini. Apalagi Spencer sudah sangat baik padaku selama ini. Tidak seharusnya aku memarahinya terus, walau kuakui sikapnya terkadang menyebalkan.

Thanks Spencer,” Kupamerkan senyum yang mungkin terlihat agak terpaksa baginya. Persetan, aku benar-benar tak memiliki kekuatan walau hanya untuk menarik sudut bibirku membentuk senyuman. Kulihat ia tersenyum lalu mengangguk antusias. “Aiden, apa yang kau lakukan di sini? Bukankah sudah ada Spencer.”

“Oh? Ya.. a.. kalau tadi aku tak ke sana… pasti Spencer sudah menjadi patung karena terlalu lama menunggu di depan restoran.”

“Yak! Kau pikir gurauanmu itu lucu?” Kudengar Spencer memprotes dengan bahasa aneh yang sama sekali tak kumengerti.

“Sorry… aku lupa mengirimkan pesan,” Entah mengapa aku merasa ada yang aneh dengan sikap Aiden. Seperti malam itu saat di gedung Opera. Tatapannya sama persis. Menerawang dan terlihat gugup. Apa yang terjadi sebenarnya? Ke mana sikap percaya diri seperti yang ia tunjukkan semalam padaku? “Emm… kenapa kalian tidak masuk. Mom pasti su…” Siapa itu? Lelaki yang sedang mengobrol dengan Mom di dalam…

“Ann? Kau sudah kembali. Kemarilah Honey!” Aku membuka pintu lebih lebar dan melangkah perlahan ke tempat Mom. Aku bisa merasakan pria paruh baya itu menatapku lekat-lekat. Kenapa mendadak perasaanku jadi tak enak begini? Siapa dia? Siapa pria-Asia ini? Dan sedang apa dia dengan Mom? Tunggu dulu, pria Asia? Astaga! Jangan bilang… “Kau tidak ingat pada Ayahmu?”

Seperti ada seseorang yang baru saja menembakkan panah tak terlihat ke jantungku. Rasanya jantungku berhenti berdetak saat itu juga. Jadi sudah sejauh ini usaha Mom untuk menjauhkanku darinya? Ia bahkan sudah meminta lelaki-tua-sialan itu datang ke mari untuk menjemputku? Dan yang lebih mengejutkan lagi, tanpa sedikit pun mempunyai urat malu setelah menelantarkan anak dan istrinya selama belasan tahun, ia datang ke mari untuk memisahkanku dari Mom? Hey, kau pikir aku tak punya hati? “Mom!” Bisa kulihat senyum Mom walau aku yakin senyum itu hanya untuk menutupi rasa hatinya yang sebenarnya.

“Kau sudah besar Ann,” Sekali lagi jantungku rasanya berhenti berdetak. Dia bilang aku apa? Sudah besar? Dan dengarlah nada bicaranya yang terkesan seperti seorang Ayah yang baik. “Kau tidak merindukan Dad?” Hello? Apakah aku baru saja mendengar seseorang sedang berbicara padaku?

“Sayangnya sama sekali tidak.”

“Ann?!” Aku menoleh pada Mom untuk sesaat, lalu kembali menatap lelaki-sialan yang tak pernah kuingat pernah kupanggil Dad itu.

“Kalau kedatanganmu ke mari untuk menjemputku, jangan harap kau akan mendapatkan apa yang kau inginkan. Aku takkan pernah meninggalkan Mom dalam keadaan seperti ini, karena aku bukanlah dirimu yang sama sekali—“

“Ann, Hentikan! Dia Ayahmu!” Aku berdecak kesal ketika sekali lagi Mom menyela kalimatku.

“Aku tak pernah memiliki Ayah seperti dirinya!”

“Annabelle Lee Parker!” Aku menghentikan langkahku tepat di depan pintu. Rasanya ada yang mendidih di dalam diriku. Nama itu. Nama yang ingin sekali kuhilangkan dari deretan namaku. “Kau akan ikut bersamanya.”

Malas menanggapi pernyataan Mom, aku keluar dan membanting pintu keras-keras. Aku masih bisa merasakan denyutan sakit di dadaku. Sepertinya panah itu menimbulkan luka yang begitu dalam.

“Baby, kau tidak apa-apa?” Bisa kudengar suara Spencer di sampingku. Tapi aku sama sekali tak memiliki kekuatan untuk sekedar menatapnya. Rasanya lututku melemas dengan cara yang sama seperti semalam. Dan detik berikutnya aku tak bisa mencegah diriku jatuh terduduk ke lantai yang dinginnya menusuk ke kulitku.

“Ann?!” Aku bisa mendengar kedua lelaki itu berseru dan berusaha menolongku. Aku tau maksud mereka baik. Tapi, hatiku terlalu sakit untuk sekedar tersenyum. Rasanya begitu sesak, seolah-olah tak ada lagi oksigen yang bisa kuhirup. Seseorang yang sangat kubenci muncul di hadapanku.

“Aku tidak mau pergi… aku… Mom… aku…”

“Sudah kubilang jangan bicara kalau sedang menangis. Aku sama sekali tak mengerti ucapanmu.” Aiden. Aku bisa merasakan sebuah tubuh hangat mendekapku erat. Detik itu juga tak dapat lagi kubendung isak tangisku. Tak peduli pakaian itu akan basah karena air mataku.

-Tower Bridge London-

 

Jarak rumah sakit dengan Tower Bridge memang tak terlalu jauh, dan di sinilah aku sekarang. Menenangkan diri di tempat favoritku. Duduk di pinggir pembatas kolam lumba-lumba di pinggir sungai Thames. Namun bedanya, kali ini aku tak sendiri. Ada Aiden yang setia menemaniku. Yeah, kenapa aku jadi terkesan tergantung padanya?

Walau sudah cukup lama aku berada di sini. Tapi rasa sesak itu belum sepenuhnya hilang. Hari ini bagaikan hari terburuk dalam hidupku. Setelah mendengar kabar tentang penyakit yang diderita Mom, bahkan aku harus menerima kenyataan kapanpun ia bisa meninggalkanku. Sekarang aku harus bertemu dengan seseorang yang berada pada urutan terakhir orang yang ingin kutemui. Bukan hanya bertemu, tapi ‘dipaksa’ untuk tinggal dengannya. Bagaimana aku harus memperlihatkan diri sebagai seorang gadis tegar kalau sudah begini?

“Kau sudah tenang?” Aku sedikit tersentak saat mendengar suara lembut Aiden di sampingku. Demi apapun di dunia ini, aku benar-benar menyesal telah mengasarinya. Aku hanya bisa menggeleng menjawab pertanyaannya. “Ann, boleh aku mengatakan sesuatu padamu?”

“Eh?” Kenapa ia mendadak jadi sopan begini? Sejak kapan Aiden meminta ijin dulu untuk melakukan sesuatu. Bukankah ia selalu bertingkah seenaknya tanpa persetujuan dariku sebelumnya? Dari sikapnya, ia memang terlihat  aneh. Apakah terjadi sesuatu yang buruk? “Katakan saja!” balasku singkat, walau tak dapat menutupi keherananku.

“Emm… tidak bisakah kau pertimbangkan usul dari Ibumu itu?” What? Dia… kenapa dia bicara seperti itu? Baru saja aku akan memintanya untuk membantuku meyakinkan Mom. Tapi sekarang, dia malah menyuruhku mempertimbangkan kemungkinan untuk tinggal bersama Dad. Apa dia sudah gila? Bukankah ia sudah mendengar ceritaku tentang Dad. “Jangan marah dulu Ann… aku tau—“

“Kau sudah dengar semuanya Aiden. Dan kau tau betapa bencinya aku pada lelaki itu. Kenapa kau malah mengusulkan hal itu?” Aku membantah, “Lagipula, mana mungkin aku meninggalkan Mom di saat-saat seperti ini?”

“Aku tau. Aku pun tak menyuruhmu meninggalkan Mrs Parker saat ini. Ia pasti membutuhkan dukungan putri kesayangannya sekarang. Walau terlihat sangat ingin menjauhkanmu darinya. Tapi bagaimana bila sesuatu yang buruk terjadi? Setidaknya, buatlah Ibumu tenang dengan menyetujui usulnya untuk tinggal bersama Ayahmu. Aku sangat mengerti kekhawatiran Ibumu. Ia tak ingin putrinya tinggal sendiri.”

“Aku tidak mau! Lebih baik aku tinggal sendiri daripada tinggal bersamanya.”

“Ann?!” Aku bisa melihat tatapan frustasi Aiden ketika menatapku. Sikapnya benar-benar aneh. Aku tau maksudnya, tapi kenapa ia terlihat sangat memaksa?

“Kau tidak perlu khawatir aku akan tinggal dengan siapa?” Nada bicaraku mulai turun. Aku tak mau Aiden salah paham dengan sikap kasarku. “Aku sudah dewasa. Aku tak butuh siapa pun untuk mengatur hidupku. Lagipula, Mom belum meninggal. Bisa saja sebuah keajaiban terjadi dan ia akan sembuh.”

“Aku juga berharap begitu.” Aiden kembali bicara, “Siapa yang menginginkan kepergian seseorang yang sangat kita sayangi? Aku pun pernah merasakannya.”

Eh? “Me-merasakannya?” Pertanyaan itu muncul begitu saja tanpa kuproses lebih dulu.

“Yeah, Ayahku meninggal karena penyakit kanker beberapa tahun yang lalu.” Ya Tuhan! Aku tak tau ia pernah mengalami hal serupa. Aiden, maafkan aku! “Kurasa, kau masih beruntung karena memiliki seorang Ayah. Sementara aku tidak.”

“Dia bukan Ayahku!” Emosiku kembali meninggi saat ia menyebutkan tentang lelaki itu.

“Ann?!” Aku tersentak saat tiba-tiba Aiden menyentuh kedua bahuku. Tangannya terasa hangat di kulitku yang hanya tertutup sutra tipis dari gaun yang belum sempat kuganti sejak semalam. Saat itu juga, adrenalinku kembali meningkat. “Kurasa, Ayahmu tidak seburuk yang kau kira.”

“Kau masih bisa mengatakan hal semacam itu setelah semalam mendengar apa yang kuceritakan padamu?!” Oh, ayolah Aiden! Jangan kembali membuatku kesal. Aku baru saja mempercayaimu sebagai orang baik. Lelaki-tua-sialan itu sudah menelantarkanku dan Mom demi harta keluarganya. Ia memilih menikah dengan gadis pilihan keluarganya dan meninggalkan anak istrinya hanya karena orang tuanya tak setuju pada pernikahannya dengan Mom dan mengancam tak akan memberikan warisannya jika tak menurut. “Kalau ia memang lelaki baik, ia tak akan pernah meninggalkan anak istrinya tanpa kabar apa—“

“Aku mengenal Paman Jaesook dengan baik.”

“—harta keluarga… What?” Dia bilang apa tadi? Mengenal… mengenal Paman Jaesook? Bukankah, itu nama Korea Dad? Dia bilang, dia kenal Dad dengan baik? Aku… tidak salah dengar bukan?

“Ya, aku mengenalnya dengan baik. Dia tak seperti yang kau kira. Paman Jaesook, adalah lelaki yang baik. Juga seorang Ayah yang baik. Aku berani bertaruh kalau ia bukanlah orang jahat yang dengan sengaja meninggalkan anak istrinya demi harta.”

Tidak. Aku pasti salah dengar. Entah mengapa aku merasa seperti ada sebuah batu besar yang menimpaku saat itu juga. Atas dasar apa ia bicara seperti itu? Dan sejak kapan ia mengenal Dad? Jangan katakan kalau sebenarnya ia adalah bagian dari permainan Mom selama ini.

 

TBC

27 thoughts on “HATE That I LOVE YOU [Part 8]

  1. haiiiisshhh, kenapa harus ada TBC segede Donghae diatas??? #jitak Dee
    emang hubungan Hae ama ayahnya Ann apa?? #penasarn tingkat dewa
    Aaaahhhh, kau membuatku tercekek karena penasaran Dee!!!

  2. akhirnya ada lanjutannya
    aku sampe lupa cerita yg sblmnya onn –”
    ann kayanya udah mulai ketergantungan sama kehadirannya aiden ya
    mulai merasakan getar2an cinta jg haha
    kasian momnya ann sakit parah
    eh, aiden kok kenal sama dadnya ann??
    jgn2 aiden msh ada hubungan keluarga sama dadnya scra marganya sama2 lee -.-
    itu lucu pas spencer blg namkornya aiden ga kreatif
    wkwk nama laut?? poorhae, spencer jahat ih
    lanjutannya asap ya onn
    penasaran hubungannya aiden sama dadnya ann apa?

    • kelamaan yah? kkkk
      Mian2 lagi galau #Halah alesan*

      Iyaa si Spencer emang gitu dia kkkk *digetokNyuk*
      Sabar yee sabaarr… ntar pasti ketahuan kok ada hub apa antara Aiden ama Dadnya Ann ^^

  3. part yg ini penuh dgn ke-galau-an T,T ..
    Disaat begini, si Hyukkie tetap aja narsis gak ketulungan xD *cipokHyuk*

    Ann dan Aiden bikin sensi, pelukan mulu >< , gantian dong! *dijitak*

  4. nahlo apa hubungannya aiden sama bapaknya Ann?? disini aku paling kesian sama hyukjae hahah..
    kira2 Ann mau ga ya sama bapaknya??
    ayo un tulis next part lagi cepetaannnnn ><

  5. Hello hello#ala Ft island;p
    annyeong onnie yg gg tau coklat batangan#weww
    kkkkkk
    pas dnger nama jaesook bayanganq malah jaesuk ajusshi di running man#LoL
    trnyta dad’a ann itu bapak’a tak goo toh#loh(?)
    jadi, hubungan’a aiden sma dad’a ann apa onnie?#ayoo ksi bocoran;D
    oya, aq jg mau protes sma dispencer narsiis itu, ‘stop calling ann with ‘baby’
    errrr rada gmnaa gtu dnger’a
    trus buat onnie, aq kangen bgd eunhee mnggil ‘donghae’ bkan ‘aiden’
    aq kangen, “hae~ya hae~ya” ‘hee~ya hee~ya’
    pko’a bkin cerita si ann stuju di ajak pndah ke korea#maksa

    ohya, turut sedih, semoga mom cpet sembuh:))
    annyeong#kissue from Bali
    kkkkk

  6. Hello hello#ala Ft island;p
    annyeong onnie yg gg tau coklat batangan#weww
    kkkkkk
    pas dnger nama jaesook bayanganq malah jaesuk ajusshi di running man#LoL
    trnyta dad’a ann itu bapak’a tak goo toh#loh(?)
    jadi, hubungan’a aiden sma dad’a ann apa onnie?#ayoo ksi bocoran;D
    oya, aq jg mau protes sma dispencer narsiis itu, ‘stop calling ann with ‘baby’
    errrr rada gmnaa gtu dnger’a
    trus buat onnie, aq kangen bgd eunhee mnggil ‘donghae’ bkan ‘aiden’
    aq kangen, “hae~ya hae~ya” ‘hee~ya hee~ya’
    aq kangen panggilan itu==
    pko’a bkin cerita si ann stuju di ajak pndah ke korea#maksa

    ohya, turut sedih, semoga mom cpet sembuh:))
    annyeong#kissue from Bali
    kkkkk

    • hahaha… Komenmu ampe dobel tuh :p
      Apaan? Bocoran? Inimah yg laen malah pengen gak bocor ampe pake yg bersayap segala, dia malah minta bocoran. #Jauuuuuhhh *diinjek*

      Aku tau donk cokelat batangan!! apalagi klo ada yg mau beliin #Eaaa

      Hwahahaha… di EunHae Moment kan mereka dah panggil begitu :p
      di sini biar beda panggil yg laen XD

      #KissuJugaFromMokpo XD

  7. Waaa. . ternyata part 8nya udah terbit. Aku telat baca deh.
    Hae kenal sama ayahnya Ann, dunia sempit ya? hehe ^^
    Akhirnya Ann udah mulai sadar ya sama perasaannya ^^
    I’m waiting for next chapter 🙂

  8. Eonnnnnnnnniiiiiiiiiii,….
    Apa saeng bner” terbelakang?
    Mianhae,…Bow
    Sunguh, saeng lge males ol dri kmarin, cma ol hp jd coment kurang enak,..#plakk

    back to story,..
    Omo, mom sakit khan,.. tebakan saeng bner,..
    Kasian, mom seharusnya jgan biarin Ann pergi,..

    Lee Donghae,….!!!!
    omo, bukankah kau jg terjebak dlm permainanmu sendiri,..
    Jd pahlawan kesiangan,.. eh?
    tapi yah setidaknya lihat Ann mulai membuka hati untuk pria Asia,..keekekekeke

    Aaaaaa,…
    Appa.a ann ckep ya,..#plakk
    omo part ini ada teka-teki lagi, aiden kenl appa ann?
    jangan”..
    mereka pux marga sma Lee, ada hubungan keluarga kah?

    spencer,..ckckckckck
    kata apa yg tepat untukmu?
    Aigu, menyerahlah..
    lagi pula udh ad gadis misterius itu khan,.. walaupun yah sedikit menguras dompetmu,..kekekekeke

    Nah loh, aiden kau mengungkit masalah yg bner’ sensitif,..
    gmna cba tuh?
    mau bujuk hae ke korea?
    eh, cham korea bukankah itu berarti ada kyu..#aish lupakan

    • Woahaha… kirain dah CL dari kemarin2 saeng kkk XD
      Iyaa terbelakang banget! #Slapped

      Begitulah, mudah2an teka-tekinya bisa cepet terjawab yah… aku gak mau bocorin apapun di sini :p
      Waduh, ngerti deh yang masih marahan ama Kyu kkkk
      Tapi masalahnya ada sesuatu buat Jikyu di sini. Ah, klo marahan gini. Gimana yah? #Plakk

  9. whoa!! t’nyta dah publish yea eon,,
    hmmmm aq telaaaaat nieh,,

    cerita’a mkien seru jha ne eon,,”
    mkien mizteriuz,,
    b’arti ann ma donghae da hbungan gtu??
    trus gk bsa jdian donk ??
    ahh pkoq’a aq pnsran bgeud deh eon,,
    next part’a d tnggu ea eon,,
    jgn lma2,,
    ^^

Leave a reply to Lia9287 Cancel reply